QURBAN
Berqurban hukumnya sunnah muakkad bagi yang mampu, membeli untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain selain dirinya, baik kepada orang yang masih hidup atau kepada orang yang telah wafat, asalkan ada izin atau wasiat dari orang yang akan diberi hewan qurban, karena di dalam mazhab Syafi'i dikatakan tidak syah tanpa seizin dari orang yang masih hidup atau wasiat dari orang yang telah meninggal [1], kecuali bagi seorang ayah atau kakek yang membeli hewan qurban untuk diberikan kepada orang yang menjadi tanggungannya dari hartanya sendiri [2].
Kesunnahan berqurban disandarkan kepada hadits: "Tiga perkara bagiku wajib, namun bagi kalian sunnah, yaitu sholat witir, menyembelih qurban dan sholat idhul adha". (HR. Ahmad - Hakim).
Hewan yang akan diqurbankan adalah seekor domba jantan yang telah berumur 1 tahun atau yang telah tanggal giginya walaupun belum genap 1 tahun, atau dengan kambing (wedus) berumur 2 tahun, lembu jantan berumur 2 tahun atau onta berumur 5 tahun. Untuk lembu (sapi) dan onta bisa diniatkan untuk 7 orang atau bisa juga hanya untuk 1 orang.
Hewan-hewan qurban tersebut disunnahkan dibeli dari harta lebih sesudah kebutuhan sehari-harinya tercukupi, terutama ketika kelebihan hartanya tersebut berketepatan pada waktu hari raya idul adha dan 3 hari tasyriq.
Hewan-hewan qurban tersebut tidak boleh kurus, cacat dan kelihatan berpenyakit, kecuali sekedar lecet atau robek sebagian kulitnya atau telinganya tidak mengapa dipakai untuk berqurban, akan tetapi apabila hewan-hewan yang cacat tersebut telah diucapkan: "Binatang cacat ini akan saya qurbankan" maka hukumnya wajib disembelih dan haram bagi yang berqurban makan atau menerima pemberian dagingnya dikarenakan ucapannya tersebut telah termasuk kepada ucapan bernazar[3], akan tetapi penyembelihannya mendapat pahala walaupun tidak termasuk berqurban[4].
Begitu pula termasuk dihukumi bernazar apabila ketika membeli hewan tersebut mengucapkan: "Domba ini untuk saya qurbankan", maka termasuklah dia bernazar dan qurbannya termasuk "Qurban Wajib" dan bagi yang berqurban diharamkan memakan atau mengambil sebagian kecil dagingnya dan wajib disedekahkan semuanya[5], kecuali apabila dengan ucapan: "Domba ini saya rencanakan untuk qurban" maka tidak termasuk bernazar dan qurbannya masuk kepada "Qurban Sunnah"[6] dan boleh bagi yang berqurban mengambil bagian sedikit dari dagingnya dan sangat dianjurkan hatinya serta tidak boleh lebih dari 1/3 potong dari hewan yang diqurbankannya sekedar untuk mengambil berkah, selain dari pada itu hewan qurban tersebut harus disedekahkan semua kepada orang fakir dan miskin ataupun boleh pula diberikan kepada orang yang kaya, begitu pula termasuk kulitnya harus disedekahkan, karena haram hukumnya kulit hewan qurban dijual olehnya atau dipakai alat untuk membayar upah orang yang memotong atau orang yang mengurus pemotongan hewan qurbannya, dalam hal ini disebutkan: "(Tidak boleh menjual), maksudnya haram atas orang yang berqurban (mudlohhi) menjual sedikit saja (dari qurban) baik dagingnya, bulunya atau kulitnya. Haram juga menjadikannya sebagai ongkos penyembelih, walaupun qurban itu qurban sunnat". (Kitab Bajuri, zuz I, hal. 311), akan tetapi daging qurban boleh dijual oleh si penerima qurban, dan ini dibenarkan dibanyak kitab, yang di antaranya dalam kitab Syarqowi, zuz 3, hal. 21; dan dalam Kitab Al-Mauhibah Dzawil fadlol, zuz 4, hal. 295.
Disunnahkan orang yang berqurban menyembelih sendiri hewan qurbannya atau hanya sekedar menyaksikan, atau mewakilkan kepada orang lain untuk menyaksikan penyembelihan hewan qurbannya, karena meyaksikan penyembelihan termasuk disunnahkan, dan makruh bagi orang yang berqurban memotong rambut atau kuku pada sepuluh awal bulan zulhijjah dan hari-hari Tasyriq sampai disembelih hewan qurbannya.
waktunya menyembelih setelah matahari naik pada tanggal 1 zulhijjah setelah sholat idhul adha sampai berakhir hari tasyrik.
Memindahkan daging qurban ke daerah lain atau disalurkan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan hukumnya adalah diperbolehkan, sebagaimana diterangkan dalam Kitab Kifayatul Akhyar zuz 2, hal.242: "Tempat penyembelihan qurban adalah di tempat orang yang berqurban. Dalam hal memindah qurban terdapat dua pendapat ulama yang ditakhrij dari masalah memindah zakat, dan menurut pendapat yang shahih dalam hal qurban adalah diperbolehkan".
Orang yang hendak berqurban disyaratkan untuk berniat di dalam hatinya akan "Berqurban Sunnah" dan disunnahkan diucapkan dengan lisannya: "nawaitul udhhiyyatal masnuunata lillaahi ta'aala", artinya: "Aku berniat berqurban sunnah karena Allah Ta'ala", karena apabila mengucapkan niat hanya "nawaitul udhhiyyata" saja tanpa diteruskan dengan mengucapkan "masnuunata", maka hukum berqurbanya termasuk wajib dan tidak boleh mengambil atau memakan sebagian daging hewan yang diqurbankannya, dan daging qurban wajib disedekahkan dalam keadaan mentah[7].
_______________
[1] Imam Nawawi, Minhaj Al-Thalibin, Dar lhya Al-Kutub Al-Arabiyyah, Indonesia, zuz IV, Hal. 255: "Tidak melakukan qurban untuk orang lain yang masih hidup dengan tanpa izinya dan tidak untuk orang yang sudah meninggal jika tidak mewasiatkannya".
Keterangan yang senada pun terdapat pada:
. Ibnu Hajar Al-Haitamy, Tuhfah Al-Muhtaj, Darul Fikri, Beirut, zuz IV, Hal. 344;
. Ibrahim Al-Bajury, Hasyiyah Al-Bajury, Al-Haramain, Singapura, zuz IV, Hal. 249;
. Khatib Syarbaini, Mughni Muhtaj, Darul Fikri, Beirut, zuz IV, Hal. 285, 292 dan 293.
. Al-Taqiyyuddin Al-Damsyiqi Al-Syafi'i, Kifayatul Akhyar, Darul Khair, Damsyiq, Hal. 528.
[2] Qalyubi, Hasyiah Qalyubi Wa Umairah, Dar lhya Al-Kutub Al-Arabiyyah, Imdonesia, zuz IV, Hal. 249.
[3] Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu'in, Zuz II, dan sebagian besar redaksi tulisan yang saya tulis ini adalah bersumber darinya (fathul mu'in).
[4] An-Nawawi, Majmu Syarah Muhadzab, 8/379:
".....bagikan dagingnya sebagai sedekah, dan ia tidak mencukupi sebagai sembelihan hadiah atau sembelihan qurban yang disyari'atkan, karena hewan yang selamat (sehat) menjadi syarat atas syari'at qurban tersebut".
[5 ] Al-Bakri Dimyathi, I'annatuth Tholibin, zuz II: "Maka apa yang sering terjadi pada lisan awam pada ketika mereka membeli binatang qurban yang mereka rencanakan mulai awal tahun untuk qurban, di mana setiap ada yang menanyakan, mereka menjawab: "Ini adalah qurban", padahal mereka tidak mengerti akibat hukum yang akan timbul, maka itu menjadi qurban wajib".
[6] Sayyid Umar Syarwani, Hawasyi Al-Syarwani 'Ala Tuhfah Al-Muhtaj: "Sepatutnya posisinya apabila tidak diqoshod memberi tahu, sehingga maksudnya menjadi : "ini kambing yang aku rencana qurbankan", maka tidak menjadi wajib".
[7] Diterangkan di dalam Kitab Bajuri zuz 2, hal. 302: "Disyaratkan untuk daging qurban agar dibagikan dalam kondisi masih mentah, agar orang yang meneriman bebas mentasarufkan dengan sekehendaknya apakah akan dijual atau untuk keprluan yang lain".
- Abdul Ghoets