XtGem Forum catalog




Syarat Bermakmum

SYARAT BERMAKMUM MENGIKUT KEPADA IMAM

Mungkin tidak sedikit muslim yang kurang faham tentang hukumnya bermakmum dalam pelaksanaan sholat berjama'ah, terutama dalam pelaksanaan sholatnya suatu kelompok jama'ah yang berada di luar masjid dan bermakmum kepada imam yang berada di dalam masjid, sedangkan antara tempat mereka dengan masjid terdapat beberapa bangunan dan penghalang yang menghalangi mereka dapat melihat jama'ah yang berada di dalam lingkungan masjid.

Di antara mereka yang melakukan hal tersebut berdalih bahwa itu diperbolehkan dan syah dilakukan dalam beberapa kitab fiqh yang menurut mereka ada di antaranya diterangkan dalam Kitab Fathul Mu'in. Apakah benar Kitab Fathul Mu'in memperbolehkannya?

Kitab Fathul Mu'in adalah sebuah kitab fiqh dari kalangan mazhab Syafi'I yang ditulis oleh Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari murid dari Syeikh
Ibnu Hajar Al-Haytami.

Kitab fathul mu'in ini lazim dipakai sebagai rujukan di seluruh pesantren di indonesia yang bermazhab Syafi'iyyah karena memang enak dalam menelaahnya, terutama dalam masalah shalat kitab ini lebih runtut dibandingkan kitab-kitab lainnya.

Sebagaimana permasalahan yang telah ditulis di atas, saya coba mengutip beberapa keterangan dari kitab ini yang terkait dengan syarat bermakmum dengan berbagai macam aturannya di antaranya saya tulis di bawah ini:

(و) منها: (علم بانتقال إمام) برؤية له، أو لبعض صف، أو سماع لصوته، أو صوت مبلغ ثقة،

"Mengetahui gerak perpindahan shalat imam, baik dengan melihat langsung atau melihat sebagian barisan atau mendengar suara imam atau penyambungan suara imam (mubaligh) yang dapat dipercaya".

(و) منها (اجتماعهما) أي الامام والمأموم (بمكان) كما عهد عليه الجماعات في العصر الخالية،

"Imam dan makmum berkumpul di tempat, demikian itu seperti diketahui pada jamaah-jamaah di masa yang telah lewat".

(فإن كانا بمسجد) ومنه جداره ورحبته، وهي ما خرج عنه، لكن حجر لاجله، سواء أعلم وقفيتها مسجد أو جهل أمرها، عملا بالظاهر، وهو التحويط، لكن ما لم يتيقن حدوثها بعده، وأنها غير مسجد

"Karena itu, jika makmum dengan imam berada dalam masjid, maka hukum iqtida' adalah syah, sekalipun jarak antara keduanya melebihi 300 hasta atau masing-masing bertempat di lain bangunan dalam mesjid tersebut, termasuk di sini dinding atau serambi, yaitu tempat (daerah) di luar masjid, tetapi dikilung untuk memperluas masjid, baik serambi itu sudah diketahui akan status kewakafannya atau tidak, sebab melakukan lahir, yaitu "dikilung", asal tidak diyakinkan bahwa serambi tersebut dibangun setelah pembangunan masjid atau serambi itu bukan masjid".

لا حريمه، وهو موضع اتصل به وهيئ لمصلحته، كانصباب ماء، ووضع نعال - (صح الاقتداء) وإن زادت المسافة بينهما على ثلثمائة ذراع، أو اختلفت الابنية،

"Tidak termasuk dari masjid adalah harim masjid, yaitu tempat yang bersambung dengan mesjid dan disediakan untuk kemashlahatan masjid, misalnya pancuran air dan tempat meletakkan sandal, iqtida' menjadi syah sekalipun jarak di antara kedua belah pihak melebihi 300 hasta atau-pun bertempat di lain jenis bangunan dalam mesjid itu".

بخلاف من ببناء فيه لا ينفذ بابه إليه: سمر، أو كان سطحا لا مرقى له منه، فلا تصح القدوة، إذ لا اجتماع حينئذ

"Lain halnya dengan orang yang berada dalam bangunan masjid yang pintunya tidak dapat terus (menembus) ke tempatnya, seperti pintu tersebut dipaku, atau dia berada dalam loteng yang tidak bertangga, maka bermakmum yang demikian itu hukumnya tidak syah, sebab mereka dianggap tidak berkumpul".

كما لو وقف من وراء شباك بجدار المسجد ولا يصل إليه إلا بازورار أو انعطاف بأن ينحرف عن جهة القبلة لو أراد الدخول إلى الامام.

"Seperti tidak syah orang-orang di balik jendela dinding masjid, yang dari tempat itu tidak bisa berjalan ke tempat imam, kecuali dengan berputar atau membelok, misalnya ia mesti membelok dari arah kiblat jika hendak masuk ke tempat imam".

(ولو كان أحدهما فيه) أي المسجد (والآخر خارجه شرط) مع قرب المسافة بأن لا يزيد ما بينهما على ثلثمائة ذراع تقريبا (عدم حائل) بينهما يمنع مرورا أو رؤية،
"Jika salah satunya berada di dalam masjid, dan satu lagi berada di luarnya, maka disyaratkan jarak antara orang yang berada dalam masjid dan yang di luarnya tidak melebihi 300 hasta dengan perhitungan kira-kira (jarak 300 hasta dihitung dari akhir masjid dengan makmum -pen), dan di antara mereka tidak terdapat penghalang seandainya menuju pihak lainnya atau penghalang pandangan mata".

(أو وقوف واحد) من المأمومين (حذاء منفذ) في الحائل إن كان، كما إذا كانا ببناءين، كصحن وصفة من دار،

"Atau dengan cara ada orang di antara para makmum yang bertempat di hadapan lubang pada tabir itu, jika mereka berdua berada dalam dua bangunan, misalnya yang berada di tengah rumah, sedangkan yang satu berada di terasnya".

أو كان أحدهما ببناء والآخر بفضاء، فيشترط أيضا هنا ما مر.

"Atau bila yang satu berada dalam suatu bangunan dan yang satu lagi berada di tanah lapang, maka mereka disyaratkan juga seperti syarat yang telah lewat (jaraknya tidak jauh, tiada penghalang, atau ada orang yang berdiri di lubang/jalan tembus -pen)".

فإن حال ما يمنع مرورا كشباك، أو رؤية كباب مردود وإن لم تغلق ضبته، لمنعه المشاهدة، وإن لم يمنع الاستطراق. ومثله الستر المرخى. أو لم يقف أحد حذاء منفذ، لم يصح الاقتداء فيهما.

"Apabila di antara keduanya terdapat penghalang yang mencegah lewat ke arah mereka, misalnya jendela atau menghalangi pandangan mata, misalnya pintu yang tertutup, sekalipun tidak terkunci, karena dapat menghalangi untuk menyaksikan, dan sekalipun tidak menghalangi makmum untuk berjalan ke tempat imam semisal juga tabir yang terurai, atau tidak ada orang yang berdiri di jalan tembus (lubang), maka iqtida' ini tidak syah".

وإذا وقف واحدمن المأمومين حذاء المنفذ حتى يرى الامام أو بعض من معه في بنائه، فحينئذ تصح صلاة من بالمكان الآخر، تبعا لهذا المشاهد،

"Apabila terdapat seorang yang berdiri di hadapan lubang (pintu) tembus hingga dapat melihat imam atau makmum yang shalat bersama dalam bangunan imam, maka syah shalat makmum yang berada di tempat lain dengan cara mengikuti orang yang menyaksikan tersebut".

فهو في حقهم كالامام، حتى لا يجوز عليه في الموقف والاحرام، ولا بأس بالتقدم عليه في الافعال،

"Orang yang berdiri tersebut kedudukannya sebagai imam bagi makmum yang berada di tempat lain tadi, yang dengan demikian mereka tidak boleh mendahuluinya dalam posisi berdiri atau takbiratul ihram-nya, tapi mendahului dalam perbuatan shalatnya tidak mengapa".

ولا يضرهم بطلان صلاته بعد إحرامهم على الاوجه، كرد الريح الباب أثناءها، لانه يغتفر في الدوام ما لا يغتفر في الابتداء.

"Kebatalan shalatnya tidak mempengaruhi shalat makmum itu, asal hal ini terjadi setelah mereka bertakbiratul ihram -menurut beberapa wajah pendapat-. Masalah ini sebagai-mana bila pintu tertutup oleh angin di tengah-tengah shalat. Demikian ini karena : "Sesuatu yang tidak bisa diampuni karena baru mulai, adalah dapat diampuni karena hanya meneruskan".

(فرع) لو وقف أحدهما في علو والآخر في سفل، اشترط عدم الحيلولة،

"Cabang: Apabila salah satu pihak bertempat di atas, sedangkan yang satu lagi berada di bawah, maka disyaratkan antara keduanya tiada penghalang".

لا محاذاة قدم الاعلى رأس الاسفل، وإن كانا في غير مسجد. على ما دل عليه كلام الروضة وأصلها والمجموع - خلافا لجمع متأخيرين.

"Tidak disyaratkan agar telapak kaki yang berada di atas berada tepat di atas kepala orang di bawah, sekalipun mereka berada di luar masjid, menurut penjelasan Kitab Ar-Raudhoh dan aslinya, serta Al-Majmu', sementara segolongan ulama mutaakhirin mempunyai pendapat yang lain".

Dari beberapa ibaroh yang terdapat pada kitab Fathul Mu'in tersebut di atas pada syarat Iqtida' (mengikut imam) adalah sebagai berikut:

A. Bermakmum Di Dalam Mesjid
1. Harus mengetahui gerak imam, baik melihat langsung atau melihat barisan atau mendengar suara imam atau penyambungan suara imam;
2. Harus berkumpul imam dan makmum pada suatu tempat walaupun lebih 300 hasta (-/+ 150 meter);
3. Bangunan atau ruangan yang dipakai untuk bermakmum pada masjid tidak boleh ruangan tertutup dan terkunci, harus menembus ke tempat imam, tidak boleh di ruangan yang harus berputar atau membelok dari arah kiblat apabila menuju ruangan imam, dan harus ada tangga apabila di loteng.

B. Bermakmum Di Luar Masjid
1. Tidak boleh lebih dari 300 hasta (-/+ 150 meter);
2. Tidak boleh ada penghalang (ha'il) atau sesuatu yang dapat menghalangi pandangan;
3. Apabila ada penghalang, harus ada orang yang bermakmum di antara dua tempat yang orang tersebut harus dapat melihat imam atau melihat orang yang dapat melihat imam.


Referensi:
Kitab Fathul Mu'in Zuz 2, halaman 32-37

- Abdul Ghoets

Back to posts