PENTINGNYA BERWASILAH
Oleh: Abdul Ghoets
Pada sebuah manqobah diceritakan bahwa Nabi saw pada malam Isro Wal Mi'roj telah memberkati Buroq, serta dengan sebab berkahnya itu atas seizin Allah telah menjadikan tubuh Buroq tersebut bertambah tinggi menjadi 40 hasta, dan itu menyebabkan Nabi saw merasa kesulitan untuk menaiki punggungnya, lalu Nabi saw mencari titian yang lain, dan pada saat itu datanglah Ruhnya Sulthonul Aulia Syekh Abdul Qodir Al-Jailani q.s. menyediakan pundaknya untuk dipijak oleh Nabi saw sehingga Nabi saw dapat menaiki punggung Buroq dengan mudahnya.
Hikayat pada manqobah tersebut telah memberikan sebuah pelajaran, bahwa seorang nabi saja menggunakan wasilah untuk mencapai sebuah martabat (bukan berarti bahwa seorang nabi bersandar pada wasilah, tetapi ini lebih cenderung mengisyaratkan pada sebuah pelajaran tentang pentingnya wasilah), apalagi kita sebagai orang biasa tentu sangat perlu mencari, menggunakan dan tidak melupakan sebuah wasilah untuk mencapai suatu martabat atau tujuan yang kita inginkan, sebagaimana firman Allah swt :
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺍﺑْﺘَﻐُﻮﺍ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺍﻟْﻮَﺳِﻴﻠَﺔَ ﻭَﺟَﺎﻫِﺪُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻠِﻪِ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ
"Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah dan carilah (wasilah) jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan".
(Al-Maaidah 5:35)
ARTI WASILAH
Ayat tersebut di atas telah menekankan makna wasilah dengan pengertian "mendekatkan diri", sebagaimana pula secara bahasa memiliki arti:
. Qurbah (perbuatan untuk mendekatkan diri);
. Perantara;
. Apa saja yang dapat mengantarkan dan mendekatkan kepada sesuatu;
. Berharap;
. Permintaan;
. Kedudukan dekat raja;
. Derajat.
(dapat dilihat pada kamus-kamus bahasa
Arab, seperti An-Nihayah, Al-Qamus, Mu’jamul Maqayis, dan lainnya).
Telah dikatakan oleh Ibnu Katsir :
"Dan yang dikatakan oleh para imam ini tidak ada perselisihan padanya di antara mufassirin…wasilah adalah sesuatu yang digunakan untuk mengantarkan mencapai tujuan".
PRINSIP DASAR BERWASILAH
Dari pengertian Ibnu Katsir tersebut dapat dimengerti bahwa "Sesuatu yang dapat mengantarkan kepada suatu tujuan adalah wasilah", itu menunjukan bahwa seseorang yang menggunakan wasilah adalah sedang melakukan "Tawasul (berperantara)" kepada sesuatu yang diyakininya dapat menghasilkan apa yang menjadi tujuannya, dan itu merupakan prinsip dari wasilah tersebut sebagaimana ayat di atas, bahwa seseorang yang mencari dan menggunakan wasilah adalah memerlukan beberapa kriteria dalam wasilahnya, yaitu atas dasar :
. Keyakinan atas dasar kepercayaan tentang segala sesuatu yang diyakininya),
. Keta'atan kepada apa menjadi peraturan yang diyakininya), dan
. Jihad (berjuang membela apa yang diyakininya).
TAWASUL
Bahwa telah kita pahami, ketika kita memanfa'atkan sesuatu untuk menghasilkan suatu tujuan, maka kita dikatakan sedang melakukan tawasul, dan tentunya, sebagaimana telah diterangkan di atas, kita boleh bertawasul atas dasar keyakinan, keta'atan akan segala sesuatu aturan yang ada pada keyakinannya, dan siap berjuang membela apa yang menjadi keyakinannya, maka kita telah memenuhi kaidah bertawasul yang telah disyari'atkan dalam Islam, agar kita tidak dikatakan bersandar kepada selain Allah.
Adapun tawasul terbagi menjadi 2, yaitu:
1) Tawasul Masyru' (yang disyari'atkan), dan
2) Tawasul Mamnu' (yang dilarang).
Tawasul Masyru adalah tawasul yang diperbolehkan oleh syari'at, yang di antaranya adalah seperti:
1. Tawassul / memohon kepada Allah dengan menggunakan perantara nama Allah atau sifatNya, sebagaimana telah diajarkan Allah dalam Al-Quran:
ﻭَﻟﻠﻪِ ﺍْﻷَﺳْﻤَﺂﺀُ ﺍﻟْﺤُﺴْﻨَﻰ ﻓَﺎﺩْﻋُﻮﻩُ ﺑِﻬَﺎ
"Hanya milik Allah Asma-Ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu".
(Al-A'raaf 7:180)
2. Tawassul / memohon kepada Allah dengan menggunakan perantara amalan-amalan yang shalih, seperti salah satu yang telah dicontohkan beberapa kalimat do'a dalam Al-Quran:
ﺭَّﺑَّﻨَﺂ ﺇِﻧَّﻨَﺎ ﺳَﻤِﻌْﻨَﺎ ﻣُﻨَﺎﺩِﻳَﺎً ﻳُﻨَﺎﺩِﻱ ﻟِﻺِﻳﻤَﺎﻥِ ﺃَﻥْ ﺀَﺍﻣِﻨُﻮﺍ ﺑِﺮَﺑِّﻜُﻢْ ﻓَﺌَﺎﻣَﻨَّﺎ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻓَﺎﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﺫُﻧُﻮﺑَﻨَﺎ ﻭَﻛَﻔِّﺮْﻋَﻨَّﺎ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺗِﻨَﺎ ﻭَﺗَﻮَﻓَّﻨَﺎ ﻣَﻊَ ﺍْﻷَﺑْﺮَﺍﺭِ
"Wahai Tuhan-ku, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Rabbmu"; maka kamipun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti".
(Ali-Imron 3:193)
3. Tawasul / memohon kepada Allah dengan menggunakan perantara do'a-do'a orang yang shaleh, sebagaimana diriwayatkan oleh Anas ra :
ﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲٍ ﺭَﺿِﻲ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻴْﻨَﺎ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﻳَﺨْﻄُﺐُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﻓَﻘَﺎﻡَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻪِِ ﺍﺩْﻉُ ﺍﻟﻬَﺖ ﺃَﻥْ ﻳَﺴْﻘِﻴَﻨَﺎ ﻓَﺘَﻐَﻴَّﻤَﺖِ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀُ ﻭَﻣُﻄِﺮْﻧَﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﻣَﺎ ﻛَﺎﺩَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻨْﺰِﻟِﻪِ ﻓَﻠَﻢْ ﺗَﺰَﻝْ ﺗُﻤْﻄَﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﺍﻟْﻤُﻘْﺒِﻠَﺔِ ﻓَﻘَﺎﻡَ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺃَﻭْ ﻏَﻴْﺮُﻩُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﺩْﻉُ ﺍﻟﻬَﺎ ﺃَﻥْ ﻳَﺼْﺮِﻓَﻪُ ﻋَﻨَّﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﻏَﺮِﻗْﻨَﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺣَﻮَﺍﻟَﻴْﻨَﺎ ﻭَﻻَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻓَﺠَﻌَﻞَ ﺍﻟﺴَّﺤَﺎﺏُ ﻳَﺘَﻘَﻄَّﻊُ ﺣَﻮْﻝَ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ﻭَﻻَ ﻳُﻤْﻄِﺮُ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ
Ketika Nabi saw sedang berkhotbah pada hari jum’at, lalu seorang lelaki berdiri dan berkata: "Wahai Rasululloh, berdo'alah kepada Allah agar Dia memberikan hujan kepada kami", maka langitpun mendung, dan kami mendapatkan hujan, sehingga hampir-hampir lelaki tadi tidak sampai ke rumahnya. Terus-menerus hujan turun sampai jum’at berikutnya, maka lelaki itu, atau lainnya, berdiri lalu berkata : "Berdo'alah kepada Allah agar Dia memalingkan hujan dari kami, karena kami telah kebanjiran", maka Rasululloh saw berdoa: "Wahai Allah, jadikanlah hujan sekitar kami, jangan kepada kami. Maka mulailah awan menyingkir di sekitar kota Madinah, dan tidak menghujani penduduk Madinah.
(HR. Bukhari)
Sedangkan tawasul Mamnu' adalah tawasul yang tidak berkategori seperti yang telah disebutkan di atas, seperti menyebut Asma selain Allah, membaca mantera, menggunakan azimah dan sihir, serta bersandar kepada orang-orang fasiq dan zindiq seperti dukun, paranormal dan lain sejenisnya.
Sudah jelas, bahwa berwasilah adalah suatu ibadah yang harus dilakukan oleh seorang muslim yang mukmin, karena hal tersebut telah nyata diatur di dalam syari'at dan telah dicontohkan oleh Nabi saw dan oleh orang-orang shaleh melalui beberapa riwayat dan hikayat seperti di antaranya yang telah diceritakan pada manqobah di atas, bagaimana seorang nabi seperti Nabi Muhammad saw telah berwasilah (pen) kepada ruh Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dan seterusnya Syekh Abdul Qodir Al-Jailani pun telah berwasilah kepada Nabi saw seperti yang telah diisyaratkan oleh beliau dalam sabdanya yang ditujukan kepada Syekh Abdul Qodir Al-Jailani q.s :
"Dikarenakan telapak kakiku telah memijak punggungmu, maka telapak kakimu akan memijak punggungnya seluruh Wali-Wali Alloh".
Akan tetapi hendaknya kita berhati-hati dan teguh memegang prinsip dalam berwasilah sebagaimana disebutkan di atas, karena apabila kita tidak demikian, maka akan terjadi kita melupakan wasilah yang telah menjadikan sebab kita berhasil dalam mencapai tujuan, dan tersebutlah kita akan sebuah pepatah "kacang melupakan kulitnya", dan itu telah diisyaratkan dalam manqobah di atas bagaimana Nabi saw merasa kesulitan menaiki punggung Buroq yang tubuhnya bertambah tinggi karena telah mendapatkan berkah Nabi saw. Intinya, kita jangan melupakan jasa seseorang yang telah menjadikan sebab kita sukses dalam meraih tujuan.
(Aku berserah diri kepada Allah yang telah menggerakkan aku dalam penulisan risalah ini, dan aku memohon Ampunan-Nya)