TAQWA

qollallohu ta'ala filqur'anil adhim fataqulloha wa athiuun

Artinya: "bertakwalah engkau kepada Allah dan nyatakan baktimu kepada-Nya"

Di dalam segala macam peribadatan, itu harus didasarkan kepada pengabdian (berbakti), mempersembahkan segala macam amal perbuatan, khsususnya ibadah kepada Allah swt, umumnya kepada sesama manusia. Apabila kita tidak didasarkan kepada hal seperti itu, maka di dalam hati kita suka timbul perasaan merasa terpaksa dalam ibadahnya. Seperti contohnya, dimisalkan kita semua berangkat berombongan mengaji kesini (ke Suryalaya), bersama-sama duduk serempak seperti sekarang, kadang-kadang dalam hati kita merasa jenuh dan ingin pulang. Ini bukan menuduh, hanya saja sepertinya bukan tidak ada yang seperti ini apabila dirasakan oleh kita. Nah itulah yang dikatakan merasa terpaksa. Ini adalah tandanya kita tidak bertakwa di dalam hati, di dalam jiwa, artinya tidak tunduk, tidak patuh. Cobalah terapkan pada diri kita selaku manusia bertakwa, pada jasmani juga pada rohani.

Bagaimanakah takwa dalam perasaan? Ini juga harus terisi, jangan sampai dibiarkan tidak sampai kepada perasaan takwa, sebab apabila dibiarkan, nantinya ibadahnya itu oleh rasanya suka diakui seolah-olah ini adalah sholatnya.

Apakah kita tidak bermodal? Apakah kita bisa sholat itu dari mana? Bukankah berdirinya ketika sholat, rukunya ketika sholat, sujudnya ketika sholat, begitu pula bacaanya ketika sholat, semuanya adalah pemberian Allah, hanya saja apabila rasa kita tidak diisi oleh takwa, akibatnya adalah suka diakui oleh dirinya sendiri seolah-olah itu adalah sholatnya. Malah tidak ada jera-jeranya, kalaulah kita ini susah diatur, kita tetap saja susah diatur. Yang biasa berlaku zholim, tetap saja zholim, yang biasa memfitnah, tetap saja memfitnah.

Cobalah perhatikan firman Allah swt, ayat 45 surat Al-Ankabut:

innash sholata tanha 'anil fakhsyai wal munkari

Artinya: "Sesungguhnya sholat itu bisa mencegah kejelekan dan kemunkaran".

Begitu pula menurut sabda Nabi Muhammad saw:

lam tanhah sholaatuhu 'anil fkhsyai wal mungkari lam yazdad alal laahi illa bu'dan.

Artinya: "Sholatnya seseorang yang tidak dapat mencegah akan kejelekan dan kemunkaran, jangankan bisa menambah wusul kepada Allah swt, malah sebaliknya semakin jauh".

Berhati-hatilah kita semua, jangan punya perasaan diri kita ini tukang ibadah, padahal yang pada akhirnya semakin lalai, sehingga kepada sesama pun tidak mau menghargai, berprilaku sombong, tidak mampu memilah-milah antara benar dan salah.

Waspadalah terhadap diri, isi rasa kita dengan takwa, jangan dibiarkan kosong, penuhi diri kita ini dengan rasa penyesalan, sebagaimana firman Allah swt di dalam surat Al-Imron ayat 101:

ittaqullooh haqqo tuqotihi wa laa tamuutunna illa wa angtum muslimuun

Artinya: "Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan pasrah".

Oleh karena itu perhatikanlah diri dengan sebenar-benarnya, dengan cara membuktikan ketakwaan, tegasnya tunduk dan patuh, jangan sekedar di mulut saja, dan jangan sekedar sebatas prilaku saja, tapi harus tembus kedalam rasa hakikatnya takwa, yaitu seperti yang telah difirmankan oleh Allah "haqqo tuqootihi".

Kita semua terkadang pernah bertanya kepada diri sendiri, apakah kita bisa bertakwa (tunduk, taat, patuh, sujud badannya, nyawanya, rasanya, menetap kepada ketakwaan kepada Allah, kepada hakikatnya takwa)?. Oleh kita dijawab, kenapa tidak bisa! Sebab sebenarnya ini sudah dikerjakan oleh kita sehari-hari dalam masalah kepatuhan. Kekhusuan juga sudah dikerjakan, hanya saja patuhnya bukan kepada perintah Allah. Kalaulah kepatuhannya kepada berbagai macam kekayaan, ih... begitu takwanya. Cobalah perhatikan, misalnya kita berangkat ke pasar malam-malam, malah tanpa ada yang mengharuskan, tapi sangat patuh sekali, sebab akan memperoleh untung, malah matanya juga tidak merasa mengantuk. Ini juga memang bisa disebut patuh, hanya saja patuhnya, tegasnya takwanya adalah ke pasar. Jadi segala bahan-bahannya oleh Allah sudah disediakan dalam wujud patuh atau tunduk itu sudah ada.

Contohnya lagi adalah seperti kita melayani pacar, cobalah kita jadikan contoh sebab sudah sama-sama pernah merasakan, begitulah kita dulu ketika kita semasa muda, bukankah begitu patuhnya kita semua akan perintah pacar, disuruh begini, disuruh begitu kita mau saja, seberat apapun permintaan pacar kita itu selalu saja kita penuhi. Jadi hal seperti itu sudah tidak asing lagi di mata kita, tidak perlu mendadak mencari-cari dulu.

Oleh sebab itu jagalah sifat takwa dengan sebenar-benarnya, agar dapat menjadi manusia yang patuh, taat dan tunduk kepada perintah Allah swt, menjauhi akan segala sifat ketaatan-ketundukkan kepada selain Allah.

Untuk mengusahakan agar benar-benar konsekwen dalam mematuhi dan mentaati perintah Allah, agar dapat bisa mengamalkan takwa dalam gerak langkah jasmani, begitu pula mengamalkan takwa dalam gerakan rokhani, jangan salah lagi alat tarikahnya adalah harus menggunakan Kalimatut Taqwa, yaitu kalimat laa ilaaha illallooh.

Ini adalah yakin dan nyata, bukan keterangan yang dibuat-buat, tetapi benar-benar keterangan ayat Allah dan hadits nabi.

Ayo kita gunakan itu Kalimat Taqwa untuk "upan" takwa. Seumpamanya kita ingin ikan, lalu tidak memakai upan, tentu saja tidak akan dapat apa-apa, tetap saja tidak akan ada ikan yang terkail walaupun sampai 100 tahun kalau bukan hanya ikan yang lagi ngantuk.

Jadi upaya itu harus digunakan agar kita terdidik oleh kalimah laa ilaaha illallah, agar diri terisi oleh kepatuhan, penuh dengan ketundukkan, taat kepada Ilahi. Malah oleh Nabi dianjurkan sekali, terutama dikhususkan kepada orang yang akan mati, hanya saja sangat disesalkan oleh kita diartikan anjuran tersebut digunakan untuk yang sedang sekarat, padahal yang sedang sekarat mendengar pun tidak bisa. Coba pikirkan oleh kita semua, kira-kira siapa yang akan mati? Apabila kita telah sadar bahwa kita akan mati, segera gunakan kalimat ini.

Telah bersabda Rosululloh saw yang maksudnya adalah seperti ini:

laqinuu maotakum bilaa ilaaha illallah

"Ajarkan oleh kamu kepada siapa saja yang akan mati dengan kalimat laa ilaaha illallah".

Sedangkan yang akan mati adalah kita semua. Malah manusia yang sudah kedatangan ajal semuanya sudah tidak lagi bermanfaat, kecuali dari hati yang taslim, yang tunduk, yang sujud kepada-Nya, seperti yang telah difirmankan oleh-Nya di dalam surat As-Suro ayat 88:

alyaoma la yanfau maalun wa laa banuun illa man atalloohha bi qolbin saliim

"Pada hari itu, kepada orang itu sudah tidak bermanfaat lagi harta bendanya, juga sudah tidak bermanfaat lagi anak dan istrinya, kecuali wushulnya kepada Allah yang disebabkan oleh hati yang taslim, bathin yang pasrah kepada Allah".

Kalaulah kita dapat menggunakan pikiran dan perasaan, di saat-saat datangnya ajal, kita berkeinginan mempunyai hati yang taslim, berkeinginan mempunyai bathin yang pasrah kepada Allah, tetapi kita tidak mau belajar dari sekarang, apakah kiranya bisa ataukah tidak? Tentu tidak! Oleh karena itu cepat jalani dari sekarang belajar agar bisa tunduk atau patuh.

Coba kita perhatikan sekarang tentang gambaran mati. Ketika kita akan melaksanakan ibadah kepada Allah, berangkatnya dengan didasari oleh pengabdian, dengan ketaatan, dengan keridhoan, buktinya adalah begitu bersemangat, begitu khusu' dalam melaksanakannya. Begitu pula mati, apabila sudah terbiasa hatinya bersujud, dzikir kepada Allah, tidak akan bertemu dengan yang namanya sekarat, begitu lancar dalam berpulangnya ke Rahmatulloh, yang dikatakan oleh Peribahasa orang tua dulu: "Mulih Ka Jati Mulang Ka Asal" (istilah sunda yang artinya "kembali kepada Allah dengan selamat"), selaras dengan firman Allah: "inna lllaahhi wa inna ilaihhi roji'uuna", sebab yang namaya sekarat artinya adalah "mabuk", yaitu sedang mabuk pikirannya dirambah oleh kekayaan dan ketidak pasrahan kepada Allah.

Adapun seorang mukmin itu tidak sekarot melainkan basyarot, artinya adalah yang merasakan nikmat terhadap ajal dari Allah.

Sebaliknya apabila di dalam ibadahnya tidak didasari pengabdian kepada Allah, bukan atas dasar dorongan patuh dan tunduk kepada Allah, tentu akan terlihat dalam pelaksanaannya, tidak bersemangat, dinanti-nanti, malah dalam melaksanakannya juga tidak khusu', sebab pikirannya sedang merambah ke alam dunia yang fana', ya akibatnya seperti yang telah disebutkan tadi dalam ibadah sholat yang telah dikuatkan oleh ayat Allah dan hadits nabi, sebab ibadah sholat adalah intinya ibadah, yang tidak benar sholatnya, maka tidak akan benar semua ibadahnya, seperti yang telah disabdakan oleh jungjunan kita paduka Nabi Muhammad saw:

ashsholatu 'imaduddin faman aqomaha faqod aqomaddin wa man tarokaha faqod hadaamaddin

"Sholat adalah tiangnya agama. Maka apabila ada orang yang benar-benar melaksanakan sholatnya, tentu teguh dalam menjalankan ibadahnya. Sebaliknya apabila tidak benar dalam menjalankannya, meninggalkan cara dan hikmahnya sholat, tentu roboh agamanya".

Begitu pula ketika akan mati, kalaulah tidak belajar patuh dari sekarang, hatinya sujud dzikir kepada Allah, tentu tidak akan sesuai dengan ayat "inna lillaahhi wa inna ilaihhi roji'uun", oleh karena itu harus diperhatikan sekarat dari sekarang, apabila kita dalam melaksanakan perintah Allah dan Rosulnya dinanti-nati dengan ketidak semangatan, itu tandanya kita lagi disibukkan oleh segala kekayaan, dipengaruhi oleh suasana yang sedang dijalani, pada waktu melaksanakannya juga tidak ada kelancaran, begitu pula dalam hasilnya pun tidak akan bertemu dengan kesempurnaan, dan akan seperti itu pada keseluruhan amal perbuatan, baik itu dalam mengejar prilaku maupun ketika mengejar kemajuan atau yang paling utama adalah ketika mengejar kemajuan akhirat, apabila tidak didasari dengan takwa, berbakti, patuh, tunduk, khusu', bersujud kepada Allah, yang akhirnya kurang sempurna pada hasilnya, malah terkadang tidak berhasil sama sekali.

Selanjutnya Abah meminta perhatian kepada para ikhwan agar tetap mentaati isi dari pada Tanbih, yang merupakan pedoman kita semua, terutama dalam ucapan: "Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita".

Kalimat yang tadi yang disampaikan di antaranya isi dari Tanbih, wasiat dari Guru Al-Marhum, yang kesimpulannya kita semua harus lebih waspada, sebab apabila kita keluar dari pedoman ini, kita semua tidak bisa mempertanggung jawabkan diri kita masing-masing dari
Kebahagiaan lahir bathin.

Oleh karena itu, sekali lagi, kepada para ikhwan yang berada di masing-masing tempatnya, baik yang dekat atau pun yang jauh, semoga dapat memperhatikan dengan sebenar-benarnya, dengan sesungguh-sungguhnya.

Tidak ada lagi untuk kita semua memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa, semoga kita tetap berada dalam keridhoan selamanya diiringi dorongan safaatnya Jungjunan kita Baginda Nabi Muhammad saw, juga berkah karomahnya Sulthon Aulia Syekh Abdul Qodir Jailani juga para Guru-Guru, juga berkahnya seluruh para ulama dan muslimin muslimat semuanya. Amin Ya Robbal 'Alamin.

wabillahit taufiq wal hidayah robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina 'adzabannar.

wassalamu 'alaikum wa rohmatullohi wa barokatuh.

***

Dikutip dari: Sintoris, manaqiban 11 Jumadilawal 1390 H / 15 Juli 1970 M.

Diterjemahkan oleh: Abdul Ghoets.
Dari: Taqwa, 20 Wejangan Guru Mursyid K.H.A Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom), Pondok Pesantern Suryalaya - Tasikmalaya, 05 September 2000.
Insane