Oleh: Abdul Ghoets
Dalam bahasa Arab kata Tanbih yaitu “hal yang menjagakan, mengingatkan, juga peringatan". Kata Tanbih juga bisa diartikan “penyegaran kembali”. Tanbih ini merupakan wasiat dari Guru Mursyid TQN Ponpes Suryalaya silsilah ke-36 untuk diamalkan oleh seluruh murid TQN Ponpes Suryalaya.
Tanbih atau wasiat dari guru alamarhum Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya yang di dalam pernyataan kebulatan tekad keluarga besar
Pondok Pesantren Suryalaya dinyatakan sebagai salah satu tuntutan sikap hidup yang harus dilaksanakan oleh seluruh komponen keluarga besar Pondok Pesantren Suryalaya secara nyata di dalam menempuh kehidupannya sehari-hari.
Tanbih kini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa yang senantiasa dibaca di dalam Manakiban (pengajian bulanan) bahkan pada amaliyah mingguan (Khotaman) oleh ikhwan-ikhwan TQN Ponpes Suryalaya di mana pun berada, dimaksudkan untuk senantiasa jadi penerang hati, penyuluh jiwa tatkala dalam keresahan, kegelisahan, kegundahan serta senantiasa jadi penggugah rasa dikala tenggelam dalam ke-lupa-an kepada Allah Yang Maha Esa.
Tanbih merupakan implementasi atau pelaksanaan dan penerapan ajaran agama, juga
merupakan suatu sistem budaya di dalam mencapai hidup yang sehat lahir dan batin, juga mengandung unsur ketaatan dan kedisplinan terhadap aturan agama dan negara.
Secara sistematik, Tanbih di dadasari oleh Al-Qur'an dan Al-Hadits, yang berisi: Wasiat, Peringatan, Amanat, Pedoman, Tuntunan, Bimbingan dan Nasehat dari Syekh Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad (Abah Sepuh).
Tanbih adalah produk budaya yang dihasilkan dari perenungan panjang Guru Mursyid Ponpes Suryala silsilah ke-36 yaitu Alm Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau yang sering disebut dengan sebutan Pangersa Abah Sepuh. Lahirnya tanbih ini dari kesadaran yang sangat tinggi Pangersa Abah sepuh untuk membingkai pesan Illahi dalam peta yang kekinian supaya dilaksanakan dan juga dijadikan sebagai pedoman oleh murid-murid TQN Suryalaya dengan segala keterbatasannya.
Tanbih adalah amalan wajib yang harus dibacakan dalam berbagai acara, baik yang bersifat Agama maupun Kenegaraan dan merupakan salah satu amaliyah TQN Ponpes Suryalaya, dan diwajibkan dibaca dalam acara Manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani q.s yang selalu dilaksanakan para murid TQN Ponpes Suryalaya dengan adabiyat dalam membacanya, tidak dibolehkan dibaca seenaknya dirobah kalimatnya dikurangi dan ditambah susunan kata dan kalimatnya, harua dibaca sesuai dengan yang tertulis.
Tanbih dalam pandangan TQN Ponpes Suryalaya mempunyai nilai-nilai yang sakral dan tinggi sebagai intisari dari Al-qur’an yang sudah mengalami transformasi kedalam berbagai kearifan lokal, khususnya budaya Sunda yang menjadi tempat lahir Tanbih ini. Pangersa Abah Sepuh sudah berhasil menanamkan landasan dasar Pesantren yang mencampurkan antara ketarekatan, kesundaan dan keindonesiaan.
Pertamakali Tanbih ditemukan dari berkas-berkas manuscript naskah Tanbih dari Syekh Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) yang dikumpulkan dan ditulis oleh H.Rd. Boestom (alm) pencatat atau Sekretaris Pribadi, sekaligus sebagai menantu (suami dari R.Hj Didah Rosidah/Mamah Didah - putri ke 7) Pangersa Abah Sepuh.
Tanbih disusun dalam Bahasa Sunda tahap demi tahap, tahun demi tahun selama 5 periode dari tahun 1946 sampai tahun 1956, kurang lebih 11 tahun proses perkembangan penyusunannya sampai kepada susunan Tanbih yang sekarang yang diamalkan secara menyeluruh oleh murid TQN Ponpes Suryalaya.
Tanbih disusun pertama kali pada 29 Januari 1946. Susunan Tanbih yang kedua pada 2 April 1947. Susunan ketiga pada 24 November 1949. Susunan keempat pada 11 Oktober 1952 dan susunan yang terakhir pada 13 Pebruari 1956 sampai sekarang.
Tanbih Periode pertama ini ditemukan dalam manuscript H.Rd. Bustom, yang disusun pada 29 Januari 1946 M / 25 Safar 1865 H. Tidak ada judul atau kata "Tanbih" yang diberikan, hanya ada tulisan yang sangat menonjol, yaitu “setaten koempoelan sabiloelloh hidajati wal jakin” yang penulisannya masih dalam ejaan latin tempo dulu.
Didalam tulisan Tanbih periode pertama ini mengandung isyarat tentang tingkatan-tingkatan atau maqomat keimanan seseorang untuk sampai kepada tingkatan yang sempurna yaitu Insan Kamil, yaitu selalu di jalan Allah, sehingga diharapkan dapat berakhlak yang sesuai dengan agama dan negara. Juga diajarkan untuk selalu mencintai orang-orang yang selalu berada dijalan Allah karena mereka berjuang untuk meluluhkan nafsu angkara yang berada di dalam dirinya, dan meyakini bahwa Allah SWT selalu memberikan rizki kepada orang yang selalu di jalan Allah, dan mengajarkan untuk selalu memberi di jalan Allah dan belajar untuk zuhud, yaitu hati tidak terkait dengan dunia, juga belajar untuk teguh hati, selalu ta'at kepada perintah, selalu menghormati orang yang di atas martabatnya, menghindari permusuhan dengan sesama, tidak menghina bawahan dan selalu baik hati terhadap orang miskin, belajar untuk selalu berma'rifat kepada Allah, juga memerangi hawa nafsu, dan belajar waro', artinya selalu berhati-hati dalam ibadah, menghindari ujub dan riya, dan yang paling utama adalah menjaga hati untuk selalu berdzikir kepada Allah dengan Dzikir Khofi dan belajar untuk selalu menerima cacian dari orang lain.
Adapun susunan Tanbih Periode Pertama yang ditulis pada 29 Januari 1946 adalah sebagai berikut:
leu setaten, katerangan pikeun ka sakabeh moerid Torekat Qodirijah Naksjabandijah
pameget sarawoeh istri, henteu pilih menak koering.
Ningali dina Qur'an Soerat ali Imron Madinah 200 ayat, nerangkeun Sabiloelloh. Ari
Sabiloelloh basa nyoektjroek djalan ka Allohan, kaloejoean, kaakoeoran, doenja sarawoeh acherat rata, sabab dawoehan anoe sampoerna dina lebet Qoer'an (Q.S.Ali Imran: 169) :
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَا تًا ۗ بَلْ اَحْيَآءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ ۙ
(walaa tahsabanalladziina qutiluu fii sabilillaahhi amwaatan, bal ahyaa-un 'ingda robbihhin yurzaquuna)
Goesti Alloh ngaboektikeun doenja acherat bareng henteu heula pandeuri. leu dalilna : "Oelah nyangka noe gempar disabiloelloh paraeh djamak biasa". "Roentag-roentag nyawa didieu mah roentag nafsu amarahna".
Enjana mah hiroep bae masih keneh diridjkian, nyatoe nginoem hiroep loeloes djeung pangaroeh, mindeng napak djalan oeloehiah boektina djalma berehan koe leuleuwihan loba mitjeun, loba ngala, djalan ka Alloh ibadah djalan ka setan babanda.
Ari basa oeloehiah teh njaeta tigin ati, djedjeg pantjeg, tjageur bageur, singer bener, hade gawe jeung pamake, lampah hade anoe ka poeji koe noe sampoerna, ngarana ka-Pangeranan.
(Q.S.Al A'la :14)
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكّٰى ۙ
(qod aflaha mang tazakkaa)
Njaeta ngaloearkeun kokotor hate koedoe djadi sabeungkeut kamerdikaan Islam, Agama
Drigama, djalan 4 perkara (Matlab sabilulloh).
1. Kasaloehoereun pangkatna boh agama atawa drigama, oelah nandoek, koedoe akoer ulah takaboer.
2. Kasasama koedoe rendah oelah pabentar dina agama drigama.
3. kasahandappeun ulah ngahina.
4. Kanoe miskin koedoe asih hade boedi oelah tjedilan.
Tah eta ngaran sifat kapangeranan bibit ti zaman sjahadat, mimiti noetoerkeun iman hajang tepi kanjaho, geus njaho hajang wawoehna, geus wawoeh hajang sonona, geus sono hajang ponjona, geus ponjo hajang dalitna, kakara djadi djalma sampeorna.
Tah ngaran sabiloelloh makoean agama drigama, oelah tjampoleh geuwat memeh paeh wasiat ka sakabeh moerid-moerid Thoreqat Qodirijah Naksjabandijah.
leu elmu Thoreqat lain bae pikeun kemagoengan atawa pikeun papaseaan djeung batoer Islam, pikeun merangan kalakoean sorangan inggis narajang kana perkara kasalahan dina agama drigama.
Taqwa, ngaran taqwa teh apik ati-ati dina ibadah sina pantjeg oelah kaselapan oedjoeb, riya dina sagala tingkah polah. Bagian njawa koedoe eling, kade lengah karana parentah Qur'an :
اِلَّاۤ اَنْ يَّشَآءَ اللّٰهُ ۖ وَاذْكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيْتَ وَقُلْ عَسٰۤى اَنْ يَّهْدِيَنِ رَبِّيْ لِاَ قْرَبَ مِنْ هٰذَا رَشَدًا
(illaa ayyasya-alloohhu wadzkur robbaka idzaa nasiita waqul 'asaa ayyahhdiyani robbii li-aqroba min hhaadzaa rosyadaa)
Djoez 18 (Q.S. Al Kahfi:24) : Koedoe eling Moehammad ka Pangeran maneh, dimana-mana poho koedoe soekoer kana paparin ni'mat koe Alloh Ta'ala oelah koefoer tegesna koedoe dipake, gorengna singkahan oelah dipake. Tah ngaran Islam sadjati lain hade tjarita, hade lampahna.
leu bab Thoreqat njarita perang sadjeroning koeroengan saaing-aingna heunteu meunang papatungan.
Satemenna njaho kana kabageuran ka Pangeranna. Ieu paladjaran kasantrian noe ngalap Thoreqat Qodirijjah Naksjabandijah oelah popojok, kadjeun dipodjok sing roemasa handap oelah boga rasa loehoer, karana djalma teh "mani" asalna djadi toelang djadi geutih djadi daging djadi kulit.....namanya Kadjadjaden.
leu setaten koempoelan sabiloelloh hidajati wal jakin.
- Soerjalaja, 25 Safar 1865 / 29 Djanuari 1946
Setaten ini menjelaskan/menerangkan tentang TQN khususnya kepada murid-murid laki-laki, perempuan tanpa pilih (peduli) priyayi atau rakyat jelata.
Menurut QS. Ali Imron Madinah ayat 200, menerangkan tentang sabilullah, sabilullah ini (bahasa) menelusuri jalan ke Allahian, kesucian, keakuran dunia dan akhirat rata, sebab menurut yang sempurna dalam alquran (Q.S. Ali'Imran: 169)
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَا تًا ۗ بَلْ اَحْيَآءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ ۙ
(walaa tahsabanalladziina qutiluu fii sabilillaahhi amwaatan, bal ahyaa-un 'ingda robbihhin yurzaquuna)
Allah SWT membuktikan dunia dan akhirat bersama (bareng) tidak dahulu-mendahului.
Dalilnya (Sabilullah) : "Jangan menyangka yang gempar di jalan Allah pada mati biarlah biasa". "Bergugurannya nyawa disini maksudnya bergugurannya nafsu amarah."
Sebetulnya hidup ini masih dirizkian, makan, minum, hidup mulus dan sering berpijak di
jalan ke Allahan, buktinya orang yang baik karena berlebihan banyak membuang, banyak
memetik/ngambil jalan terhadap Allah ibadah, jalan terhadap setan cari benda-benda (harta).
Bahasa uluhiyah itu ialah teguh hati, taat, sehat lahir batin, terampil/kreatif, sikap terpuji yang sempurna namanya ke-Tuhanan. (Q.S.Al A'la : 14):
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكّٰى ۙ
(qod aflaha mang tazakkaa)
yaitu mengeluarkan isi hati yang jelek (kotor), harus jadi ikatan kebebasan Islam, agama, negara di jalan 4 perkara (Mathab Sabilullah) :
1. Terhadap yang lebih tinggi kedudukannya dalam agama maupun negara, jangan
menentang harus akur jangan takabur.
2. Terhadap sesama harus sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan.
3. Terhadap bawahan jangan menghina.
4. Terhadap yang miskin harus baik hati, jangan angkuh.
Itulah sifat ke-Tuhanan, asal usulnya dari zaman syahadat, pertama mengikuti iman dahulu, ingin sampai tahu/mengetahui, sudah mengetahui ingin kenal, sudah kenal ingin akrab, sudah akrab ingin mesra, sudah mesra ingin menghayatinya baru jadi manusia sempurna.
Itulah perjuangan di jalan Allah, mengukuhkan agama dan negara, jangan lengah cepat-cepat sebelum mati, wasiat kepada murid-murid TQN.
Ilmu Toreqat ini bukan saja buat keagungan atau buat pertengkaran dengan sesama muslim tetapi buat memerangi kelakuan sendiri, kalau-kalau berbuat kesalahan baik dalam agama maupun negara.
Taqwa, taqwa itu adalah apik, hati-hati dalam ibadah, agar/supaya teguh jangan terselip ujub, riya dalam tingkah laku, bagian nyawa harus ingat (eling dzikir Khofi) awas jangan lengah karena perintah dala Al Qurjan juz 8 (Q.S. Al Kahfi:24) :
اِلَّاۤ اَنْ يَّشَآءَ اللّٰهُ ۖ وَاذْكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيْتَ وَقُلْ عَسٰۤى اَنْ يَّهْدِيَنِ رَبِّيْ لِاَ قْرَبَ مِنْ هٰذَا رَشَدًا
(illaa ayyasya-alloohhu wadzkur robbaka idzaa nasiita waqul 'asaa ayyahhdiyani robbii li-aqroba min hhaadzaa rosyadaa)
Harus ingat (dzikir) Muhammad terhadap Tuhanmu, jika lupa harus syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah SWT,jangan kufur. Pokoknya harus dipakai (dzikir), jeleknya hilangkan jangan dipakai, itulah Islam sejati, bukan baik dalam terapan dan kelakuannya saja.
Bab Torekat ini bicara dalam perang di dalam diri sendiri tidak boleh bergabung/bersama-sama.
Seharusnya mengetahui terhadap kebaikan ke-Tuhanan. Pelajaran kesantrian ini bagi yang mengikuti TQN nyaci, biar dicaci harus merasa rendah, jangan merasa tinggi, sebab manusia itu mani asalnya, jadi tulang, jadi darah, jadi daging, jadi kulit namanya jadi-jadian.
Setaten ini kumpulan sabilullah hidayah wal yakin.
~ Suryalaya, 25 Safar 1865/29 Januari 1946.
Tanbih Periode Kedua ini juga ditemukan dalam manuscript H.Rd. Bustom yang ditulis pada 2 April 1947.
Tulisannya singkat, tidak sepanjang Tanbih periode pertama dan ejaan latinnya sudah mulai berkembang dalam ejaan yang mudah dibaca.
Dari redaksinya jelas bahwa Tanbih periode ini disusun pada zaman pimpinan kolonialisme Belanda, akan tetapi walaupun begitu, Pangersa Abah Sepuh selalu mendoakan mereka agar ada dalam kemuliaan walaupun mereka itu adalah bangsa penjajah dan jelas-jelas berbeda agama, yang dimaksud agar rakyat Indonesia menjadi aman tentram dan berada dalam kedamaian.
Dalam Tanbih periode kedua ini terkandung do'a kebaikan dari Syekh Mursyid kepada murid-muridnya dan Pemimpin Negara, dan perintah untuk selalu menta'ati agama dan negara, jangan melawan kepada atasan, kesesama tidak saling bermusuhan, tidak menghina kepada bawahan, menyayangi orang miskin, serta selalu menjaga hubungan baik dengan orang yang berbeda keyakinan dan agama akan tetapi jangan mencampur adukkan keyakinan, serta menjaga kebersamaan dalam urusan kemasyarakatan.
Adapun Tanbih yang disusun pada periode kedua ini, yaitu pada 02 April 1947 adalah sebagai berikut :
leu perdjangdjian djisim koering Hadji Abdoellah Moebarok bin Noer Moehamad oerang kampoeng Godebag Babakan Soerjalaja, Kadjembaran Rachamanijah. Pikeun ka sakabeh moerid-moerid pameget-istri ka sepoeh kalih anom, moegi-moegi masing ginandjar kawiloedjengan sina moeloes rahajoe sapapandjangna, oelah aya kabengkahan. Oge noe djadi Raja/President sina tambih kamoelijaannana, kaloehoenganana nangtajoengan ka sakabeh abdi-abdina dipaparin kadjembaran, kanikmatan koe noe Maha Soetji dhohir bathin.
Djeungna papatah djisim koering anoe jadi pananjaan Thoreqat Qodirijah Naksabandijjah. Pikeun sakabeh moerid-moerid sina hade sagala lakoe-lampah, oelah aya tjarekeun agama
djeung hoekoem sja'ra.
Eta doea-doeana kawoelaan sapantesna, ka pangagoeng agoeng olah rek nandoek, ka sasama oelah rek pabentar, ka sahandapeun oelah rek ngahina, ka noe miskin koedoe asih, sina repeh rapih sanadjan djeung sedjen bangsa Toenggal toeroenan ti Nabi Adam a.s. (Wa laqod karomna Bani Adam) koedoe akoer oelah aja koetjiwana. Ngan sabagi perkara agama oelah tjampoer, karana aja pangandika : Lana a'malana lakoem a'maloekoem, itoe-itoe, oerang-oerang, drigama mah koedoena tjampoer, akoer sapantesna, soepaja moeloes rahajoe, teu aja katjatjadna.
Babasan kolot baheula : Sina logor dina liang djaroem, oelah sereg diboeana, njaeta koedoe apik, pilih pamilih, njiar djalan kasaean dohir djeung bathin, doenja acherat sangkan
ngeunah njawa betah djasad, oelah djadi kabengkahan, noe disoeprih tjageur-bageur.
leu pioendjoek di loehoer katerangan djisim koering H. Abdoellah Mubarok bin Noer Muhamad, Kampoeng Godebag, Bbk. Soerjalaja Kadjembaran Rachmanijah Doesoen Tanjungkerta Ketj. Pagerageung Kaw. Tjiawi Kab. Tasikmalaya. Moegi kersa ngahapoenten, atoeh anu djanten Ratoe/President oelah bendoe kalboe, sasama moegi oelah rengat manah, nu sahandapeun oelah bade neuteuli ati, moegi-moegi sareng-sareng koemawoela sina djadi tapak kasaean kaoelanoen.
~ Bb. Soerjalaja, 2 April 1947
Hormatna djisim koering
Ini adalah perjanjian saya H. Abdullah Mubarok bin Nur Muhamad, orang kampung Godebag, Babakan Suryalaya Kajembaran Rahmaniah. Buat seluruh murid-murid laki-laki, perempuan tua maupun muda, moga-moga (semoga) ada dalam kebaikan lahir batin sehat Jasmani maupun rohani selamanya, jangan ada perpecahan, juga yang menjadi Raja/Presiden semoga bertambah kemulyaannya, keagungannya melindungi seluruh rakyatnya diberi Kejembaran kenikmatan oleh Allah SWT Yang Maha Suci lahir dan batin.
Dan nasehat saya yang menjadi tempat orang bertanya tentang TQN, khususnya murid-murid agar baik-baik dalam segala tindak tanduk, jangan ada pelanggaran terhadap agama dan hukum syariat.
Dua-duanya itu hadapi sepantasnya, kepada pengagung (yang diagungkan) jangan membangkang/melawan, kepada sesama jangan bertengkar, kepada yang di bawah kita jangan menghina, kepada yang miskin harus kasihan, agar tentram hati, walau dengan bangsa lain, sebab sama-sama turunan dari Nabi Adam a.s (wa laqod karomna bani Adam), harus akur jangan mengecewakan, namun perkara agama jangan ikut campur, sebab ada anjuran : Lana a'malana lakum a'malukum, itu-itu kita-kita, drigama seharusnya campur, akur sepantasnya, agar hidup dalam keadaan tentram/damai selamanya, tidak ada gangguan apa-apa.
Pribahasa orang tua dahulu hendaklah tolong-menolong di dalam berbuat kebajikan, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan kesalahan, tiada lain tujuannya adalah sehat jasmani, sehat rohani, dan berakhlaq (budi utama jasmani sempurna), cageur bageur.
Petunjuk di atas keterangan saya H. Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad Kampung Godebag, Babakan Suryalaya Kajembaran Rahaniah, dusun Tanjungkerta, Kecamatan Pagerageung, Kaw. Ciawi, Kab. Tasikmalaya, semoga memaafkan kepada yang menjadi Ratu/Presiden mohon jangan marah, kepada sesama moga-moga tidak tersinggung, yang di bawah (rakyat kecil) janganlah mengkel, semoga apa yang diharapkan bisa menjadi (berbekas) menjadi kebaikan.
~ Babakan Suryalaya, 2 april 1947
hormat saya
Tanbih periode ketiga ini masih ditemukan dalam manuscript H.Rd. Bustom yang ditulis pada 24 November 1949 M / 2 Sapar 1369 H. Penulisannya sudah dalam ejaan yang mudah dibaca walaupun belum dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Pada Tanbih periode ini sangat panjang tulisannya yang menerangkan tentang pengamalan Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah secara jelas, gamblang dan lengkap, sehingga Tanbih periode ketiga ini mempertegas akan risalah tentang "Prinsip Dasar Methodik Pendidikan Pesantren Suryalaya" atau yang disingkat PDMPS berdasarkan konsep Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah.
Adapun Tanbih yang disusun pada 24 November 1949 / 2 Sapar 1369 ini adalah sebagai berikut :
Ieu risalah buat nerangkeun kana kaajaan Tarekat Qodiriyah Naqsyabadiyah, sareung neeurangkeun kana prak-prakna dina ngadjalankeunana.
Ari manusa eta kaantjikan ku rupa-rupa nafsu dina saban-saban lathifahna, tegesna lelembutanana manusa. Ari nafsu aja nu ngadjak kana kahadean, djeung aya nu ngadjak kana kagorengan, anu matak dina Agama Islam, disajagian peladjaran Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah, njaeta maksudna pikeun miara badan manusa sakudjur dhohir bathinna, supaya bisa njingkah tina kagorenganana, njaeta moal daek nurut kana hawa nafsuna, daek milampah kana kahadeanana.
Ari pangwudjukna nafsu anu goreng teh eta djadi rereged kuma rewedna manusa di dunja anu tenahna tjilaka acheratna, upama manusa henteu palaj ngaleungitkeun reregedna ku andjeun tangtu moal adjeg pandeg dina kabeneranana moal tjutjud dina kadjudjuranana moal tinemu kaluhunganana, jeung moal tandjrih kaadilanana, salawasna, sabab ngagulung kana pangwudjukna hawa nafsu anu henteu aja eureun-eureunana, beunang disebut anu kitu teh ngadjauhkeun kana ka Islaman, tegesna nirtja tina kasalametan dunja rawuh acherat, anu matak dawuhan para Ulama Muhakikin. Manusa-manusa kudu ngagem Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah anu matak tawadjuh latoif, hartina perdjalanan madepkeun lelembutan manusa kana kahadean, keur nukangkeun kana kagorengan, seperti dawuhan kandjeng Sjech Abdul Qodir Djaelani.
Sundana: Djadi kawadjiban miluruhna hirupna ati tegesna eling ka Pangeran, anu djadi kasalametan acheratna, supaja djadi leungit reregedna manusa anu djadi panghalang-halang kana kahadean, ari miluruhna njaeta andjeuna masih hirup keneh di dunia sarta ngalapna ti parantina (Guru Tarekat). Malahan dawuhan Sjech Ibnu Atto’illah moal bisa wusul ka Allah Ta’ala salagi hatena masih keneh ngagugu kana hawa nafsuna.
Sundana : Dimana rek bisana padang ati, tegesna eling ka Pangeran (Tauhid) salagi atina pinuh ku rupa-rupa gambar machluk (ngalamun) anu di jtap dina kajtana hate (rupa-rupa ciptaan). Djeung moal bisa wusul ka Alloh Ta’ala, malah numutkeun dawuhan Alloh dina qur’an. Sakira-kira manusa hajang ngaleungitkeun reregedna dina awakna dhohir bathin taja lian iwal kudu dzikir ka Allah, supaja bisa wusul ka Alloh ajana ieu ayat dina zoez.
Sundana : Manusa dimana marilampah kana rupa-rupa kagorengan atawa ngarasa awakna sorangan poek ku karudetan djeung katjupetan, teu salah deui dzikir bae ka Alloh (Eling ka Pangeran) tangtu moal daek deui milampah kana kagorenganana, djeung tangtu leungit poek mongklengna, satjara kabuka karuwedan djeung katjupetanana, djadi bisa salamet dhohir bathinna, njakitu deui dawuhan Allah dinu Qur’an dinu zoez.
Sundana : Pangna kami nurunkeun kana dzikir ka maneh Muhammad, supaja bisa atra djeung pertela dina laku lampahna manusa, tegesna boga pedoman, bisa ngalakukeun kahadean djeung bisa njingkahan tina kagorengan.
Ari dzikir tjeuk mungguh lugat: Tiap-tiap kalimah anu ngeunaan kana asma-Na Pangeran saperti sadjabana, eta kasebut dzkir mungguh lugat. Tatapi ari dzikir mungguh istilah tegesna dzikir anu diatur di tjatur ku achli dzikir aja dua bagian sabagian dzikir anu diamalkeunana ku badan rochani, anu di ngaranan Tarekat Naksabandi, djadi dzikir iyeu anu dua bagian dina ngaranan Tarekat Qodiriyah Naksabandiyah, njaeta pikeun agemeun manusa, supaja lulus djasadna njawana, mulus dohir batina, beres syareatna, hakekatna djeung matak wiludjeung dunja acherat.
Ari tuduhna kana dzikir anu diamalkeun ku badan djasmani, au di ngaranan Tharekat Qodiriyah njaeta anu di unggulkeun dina
Sundana : Tatkala Alloh Ta’ala nurunkeun kana dzikir-dzikir pakeeun maraneh pek geura kanjahokeun kumaneh, saestuna dzikir teh njaeta djeung loba deui dalil-dalil anu nuduhkeun kana Tharekat Qodiriyah.
Ari tuduha kana dzikir anu diamalkeun ku badan djasmani, anu dingaranan Tarekat Qodiriyah njaeta anu diunggeulkeun dina
Sundana : Misti maneh dzikir ka Pangeran dina ati maneh, sina djadi rasa rumasa ka Pangeran, tur sina lenjep karumasaanana kituna teh lain bae ku utjap sungut, njaeta ku ati tea, ari waktuna isuk djeung sore, artina ti isuk nepika sore, sarta ulah poho poho, djeung seueur deui dalil nu nuduhkeun kana Tarekat Naksabandiyah.
Ari ngadjalakeun Tarekat kudu digurukeun heula, karena pernah-pernah bisa dituduhkeun sakumaha biasana, nurunkeun paguron-paguron dua Tarekat, heunteu tjukup dirarampa ku sorangan, malah dauhan ulama
Sundana : Saha-saha anu heunteu ngabogaan guru tangtu setan anu djadi guruna, saha-saha anu parantos ngagem Tarekat Qodiriyah Naksabandiyah tegesna parantos ngalap ti guruna dimana rek ngamalkeunnana kudu kiyeu prak-prakannana, mimiti tawasul ka Kandjeng Nabi SAW. Sareng ka para sahabatana sareng kulawargana kieu Tawasulna:
Matja istigfar 2x atawa leuwih.
Matja Sholawat 2x atawa leuwih.
Tuluj dzikir sina meunang 165x dina saban-saban sholat fardhu anu 5 waktu henteu meunang kurang tisakitu, upami leuwih mah taja halanganana. Sabada dzikir matja: Tuluj tawasul deui ka Kandjeng Nabi sareung ka kulawargana djeung ka para sahabatna, djeung tawasul ka Kandjeng Sulthon Aolia, djeung Hadijah kasadajana.
Matja istighfar 2x atawa leuwih
Matja shalawat 2x atawa leuwih
Tuluj tawadjuh, tegesna ngagemlengkeun ati meunang ngeusian ku dzikir sina husu, tegesna tuhu ulah katjampuran ku ingetan anu lijanna.
Sina majeng tur manteung karasana, sanadjan dina sagala rupa tingkah polah oge ulah leungiteun, dimana poho gantjang ingeutkeun deui, kitu bae salawasna. Jadi ari Tarekat Qodiriah, ari Tarekat Naksabandi mah taja watesna taja mangsana, njaeta diamalkeun ku badan rohani.
Tegesna dina Agama Islam aja paladjaran Tarekat Qodiriyah Naksabandi, djadi poho dasar kahadean manusa dina djasadna, njawana, dhohirna, bathinna, supaja salamet dunja acheratna. Ari adab-adabna dina dzikir aya 12 perkara :
1. Dzikir teh kudu di gurukeun heula, sarta guruna kudu anu mursyid, tegesna tjukup elmuna, bidjaksana ngawurukeunana, titi surti maparin pangertina.
2. Kudu didjaga dzikirna gapla, njaeta ari petana tjara nu dzikir, ari hatena luas-leos inget kanulian, sabab utmana dzikir = dzikir lambe kudu dibarengan ku dzikir hate
malah aja kasauran = Ari dzikir ku lambe, tapi atina poho, njaeta dzikir biasa bae (loemrah) nu kitu teh dzikir djalma anu bodo, ari buahna dzikir djadi siksa, karana dosa, sabab bongan dhohirna njanghareup, ari bathina sulaja.
3. Dina rek dzikir kudu robitoh heula, tegesna njipta dibandoengan ku guru, supaja sagala piwulang ulah dimomorekeun.
4. Kudu bersih tina hadas djeung tina nadjis.
5. Kudu njanghareup ka kiblat upama njorangan.
6. Dina keur dzikir ulah aja pamandangan estu wungkul kumureb.
7. Kudu peureum supaja leuwih tuhu.
8. Kudu dinu poek atawa dina sunji, supaja leuwih tengtrem.
9. Upama keur dzikir nafi-isbat, kudu karasa mapajna ka sakabeh lathifah, nurutkeun sakumaha panuduh guru upama keur dzikir isbat wungkul, kudu dipernahkeun dina djero lathifahna.
10. Kudu teurang kana hartina.
11. Dina keur dzikir sina karasa dina sakabeh lathifahna, malah dina sakuliah warugana oge karasa milu dzikir.
12. Sabada dzikir matja:
Ari lathifahna manusa, tegesna lelembutanana manusa, numutkeun hukum Muhakikin njaeta aja 10:
1. Lathifah Qolbi (lelembutan djantung).
2. Lathifah Rochi (lelembutan njawa).
3. Lathifah Siri (lelembutan rasa).
4. Lathifah Hofi (lelembutan anu samar).
5. Lathifah Ahfa (lelembutan rasa anu leuwih samar).
6. Lathifah Nafsi (lelembutan nafsu).
7-8-9-10 Kakurung ku lathifah Qolab, tegesna lelembutan sakabeh badan, njaeta lelembutan tjai, angin, seuneu, taneuh, sabab badan djasmani teh kadjadian tina tjai, angin, seuneu, taneuh.
Ari lelembutan manusa dieusian ku nafsu anu rupa-rupa pangadjakan, ari luluguna aja 7:
1. Nafsu lawamah, tegesna pojokan, tjawadan ngandjrekna dina lathifah qolbi, pernahna dina handapeun kentja, ari baladna aja 8, njaeta:
・ Hawaun (kabitaan) temahna teu matak djudjur kana pagawean.
・ Mukron (deleka).
・ Udjbun (nangtukeun nu tatjan bukti).
・ Gibatun (ngupat simuat).
・ Rijaoen (amal perbuatan mandang katingali, katangen ku batur).
・ Dulmun (neungteuingan).
・ Kidbun (tjidra).
・ Gaplatun (ngamomorekeun kana kawadjiban).
2. Nafsu Mulkamah atawa Sawijah: Tegesna tukang nampa ilham, bisa terbuka rasana, padang atina, nganjtikna dina lathifah Ruchi, pernahna dina handapeun susu katuhu, ari baladna aja 7, njaeta:
・ Sahowah (balaba laluasa, tara rudetan).
・ Kona’ah (ngalap tjukup ku saajana).
・ Hilmun (someah ramah tamah rasrasan).
・ Tawadu’un (handap asror).
・ Tobatun (kapok tina sagala rupa kasalahan).
・ Sobrun (bisa nahan kangewa djeung kaseueul).
・ Tahamul (kuat nandang kasusah).
3. Nafsu Mutmainah, tegesna anu purah ngadjak-ngadjak kana kateguhan, kaampuhan, kadjatnikaan, ngantjikna dina lathifah Siri, pernahna dina luhureun susu kentja, ari baladna aja 6, njaeta:
・ Djudun (barahan, murah tangan).
・ Tawakulun (pasrahan, kadjeunan).
・ Ibadataun (kumereb, humadep, saregep).
・ Sukurun (metakeun waruga katut milikna kanu idjin Pangeran).
・ Rido (tengtrem ajem kana pamasti ti Alloh Ta’ala).
・ Hosjatun (inggis risi naradjang kana salah).
4. Nafsu Mardijah, tegesna ngadjak kana sagala kanu dipisuka, njaeta djalan kasaean, ari ngantjikna dina lathifah Khofi, pernahna luhureun susu katuhu, baladna aja 7, njaeta:
・ Husnul chuluk (hade bubuden).
・ Tarku masiwalloh (henteu nolih rasana kana sagala rupa anu dipigawe (Taohid).
・ Lutfun biholki (mikawelas ka pada makhluk).
・ Hamluhum alassolah (daek leukeun nungtun kana kaalusan).
・ Sophunan dunubil goer (hampuraan ka djalma anu njieun salah ka pribadina).
・ Hubul holki (deudeuhna ka pada batur).
5. Nafsu kamilah, tegesna purah ngadjak kana kasampurnaana manusa, ngantjikna dina lathifah Ahfa, pernahna dina tengah-tengah dada, ari baladna aja 3, njaeta:
・ Elmu jakin (kanjahona tetela).
・ Aenal jakin (kanjataan anu tetela).
・ Hakul jakin (kanjataanana anu katjida tetela).
6. Nafsu amarah, tegesna tukang marentah kana kagorengan kalawan maksa piruksa sangkan ngalampahkeun kana goreng, ngantjikna dina Lathifah Nafsi, pernahna antara halis dua, ari baladna aja 7, njaeta:
・ Buhlun (koret).
・ Hirsun (hawek ngawekwek taja ereunna teu noleh mere kanu lijan).
・ Hasadun (dengki ka pada batur).
・ Jahlun (bodo).
・ Kibrun (angkuh, gumede).
・ Sahwatun (keukeureuweut).
・ Godobun (barangasan, getapan, henteu kaopan).
7. Nafsu rodijah, tegesna narik kana kapikalutjueun dina sagala tingkah polah, ngantjikna dina lathifah Qolab, njaeta dina sakuliah badan, ari baladna njaeta aja 6:
・ Kanomun (mulus tingkah polana).
・ Zuhdun (tatapa).
・ Ichlasun (bersih ati dina sagala tingkah polah).
・ Waroun (apik ati-ati tina sagala tingkah polah).
・ Rijadoh (ngawarah salira sina dumuk dina kasaean).
・ Wifaun (njumponan nohonan kana kahadean).
Numutkeun Sech Paruk Sarhandi jen lathifah sapuluh teh aja dua bagian. Sabagian 5 njaeta: Lathifah Kolbi, Ruchi, Siri, Khofi, Ahfa, dingaranan Alamul Amri (tempat wawadah sagala aturan), njaeta parabotna manusa pikeun mikir-mikir anu henteu kaharti, paranti ngulik anu muskil-muskil mahamkeun anu bangga, paranti narima rumasa kana parentah Alloh Ta’ala djeung Rosulna, pangna kitu ajana lathifah di manusa hungkul, di machluk sedjenna henteu aja malah dawuhan Ulama Muhakikin.
Sundana: Ieu lathifah anu 5 teh aja panampaan paparentah dampal sampean anu aragung anu kagungan kasabaran, njaeta para Rosul anu 6.
Hidji Nabi Adam, dua Nabi Nuch, tilu Nabi Ibrohim, opat Nabi Musa, lima Nabi Isa, genep Nabi Muhammad SAW. Ari anu lima deui nyaeta Lathifah Nafsi (lelembutan nafsu djeung opat anu aja dina lathifah Qolab, lelembutan sakabeh badan njaeta tina tjai, angin, seuneu, taneuh, eta lathifah anu lima disakabeh machluk (manusa djeung lijanna) dingaranan Alamul Holki (alam kadjadian sakabeh machluk) ari aturanana supaja dina lelembutan manusa ulah kalindih ku pangwujukna nafsu, njaeta kudu karasa dzikir dina hiji-hijina lathifah, ditungtutan hiji-hiji lathifah, tina asal diadjar dilalanjah tepika ngalemah, betah ajana dzikir (eling) teh hideng sorangan, tuluj ditungtutan deui kana lathifah anu ka dua njakitu bae tjara ngawarah lathifah anu kahiji, tepika saterusna kabeh lathifah, malah karasana lain dina lathifah bae, tapi dina sagala waruga sakujur oge pada ngarasa ngalemeh katut kabulu-bulu sadagingna sakulitna, sauratna katut ka peudjit-peudjitna pada njarampak njararing tepika njerep lenjep sumeresep dina sakuliah waruga manusa tjeuk basa Arab mah husu (tuhu, djunun, teu nolih kanulianna, henteu malire rasana kana sagala anu dipilampah ku djasadna, anging rasana anu tjengeng manteng ka Alloh Ta’ala wungkul beunang oge disebut Istigrok) tegesna kaliputan ku lautan Muso’adah Sidkijah (waspada anu tetela) ngestu taja petotna, ngabdi taja sepina, rumasa sapapandjangna teu nolih kana liana teu malire kanu sedjenna, ngantjik rasa anu sampurna, estu tetes teleb-teleb, njelep lenjip, lachir bathinna, sumawonna kanu ngajoga, sanadjan ka papada manusa teu weleh aja rasrasan karumasaan boga rasa samodal sawedal sabangsa taja rasa angku sorangan, sepi tina kadiran pinter aing henteu lian, ginding aing henteu lian, beunghar aing teu lian, pangkat aing estu kasaluhureun boh harkat daradjatna, boh kabogana tara hajang nanduk, sabalikna daek njampur akur-baur kasasama tara hajang pasea, sabalikna djadi persahabatan anu sampurna, kasahandapeun tara hajang ngahina, sabalikna nungtun nujun kana djalan kadjudjuran, kapakir miskin teu weleh darehdeh sareseh, djeung daek mere maweh nganjatakeun welas asihna djeung ngarasakeun dina sagala rupa ka purba kunu kawasa sanadjan sagede lisa, moal salah tumarima, kasugri paparina, misilna tileuleutik tepika gede, ti susah tepika bungahna, teu weleh ngait meulit dina rasana aja karumasaan anu sampurna. Tah anu kitu dingaranan tegesna anu bisa nungtik njangsi kana kasampurnaan manusa = keuna kasauran sepuh-sepuh tara unggut kalinduan, tara gedag kaanginan, tjeuk basa Arab mah.
Tegesna adjeug pantjeg salawasna tara katarik katadji ku anu mudji, teu tugenah ku anu mitnah tara sewot ku anu mojok, teu haripeut ku anu ngalem, teu kabongbrong ku anu ngolo, teu tibelat ku anu ha’at, teu sedih pedah kaperdih, teu sungkan pedah di penta, djedjeg adjeg tjalik dina kajakinan teu aral ku rugina, teu bosen ku usahana, teu agul ku untungna, sadrah dina keur geringna, ichlas keur ngubaranna, sukuran dina keur tjageurna. Teu tjitjingeun keur bodona, teu bosenan diadjarna, teu takabur ku pinterna, djadi teu sepi-sepi hasilna, dina sagala tingkah polahna, henteu suwung ibadahna tegesna humadeup saregep ngawula sapapandjangna.
Teu kaliwat pedah beurang teu kalindih pedah peuting, teu kahalangan ku beurang, teu kaalingan ku peuting, sihoreng teh tjitjing dina antara, heuleut beurang heuleut peuting, heuleut hina heuleut mulja, heuleut rugi heuleut untung, berdjalan diduana, kelar napak sapadjangna. Misilna nu tumpak kuda, tjalik ditengah-tengah sanes pajun sanes pungkur, heuleutna pajun djeung pungkur, pajun teuing mah tisuksruk, tukang teuing mah ti djengkang, tjirina kudu nengahan, ari kuda ditunggangan, nu mata tipajun dipasang kadali rangah, ti pungkur ku apis buntut, papak rata sangawedina, bisina kuda djengdjaran, bisina rusuh sandungan, lain kuda teu huluan, lain kuda teu buntutan, ngan tjitjing diantarana nahan pungkur djeung pajunna, lain teu aja susahna, lain teu aja bungahna, lain teu aja geringna, lain teu aja tjageurna, lain teu aja rugina, lain teu aja untungna, ngan tjitjing diantarana, ngamudi kaduanana, tah kakara ngarasa papak ratana, henteu beurat kasabeulah sabab mun resep teuing kakatuhu, sok djadi ngewa ka kentja, resep teuing ka kentja sok tugenah ka katuhu, resep teuing kana beunghar, sok ngewa kana malarat, tjitjingeun dina malarat, sok hajang nu beunghar, resep teuing dina pangkat, sok ngewa panggih djeung tjatjah, pedah urang dina tjatjah, teu hajang luju djeung pangkat, padahal mah keur susah teh pibungaheun, padahal keur bungah teh pisusaheun, padahal mah keur beunghar teh pimalrateun, padahal keur malarat teh pibeungharan, padahal mah keur djadi rajat teh pipangkateun, padahal mah keur djadi pangkat teh pirajateun.
Tah lamun kitu teh karasa papak ratana lajeut kahilir kagirang, upamana marodjengdja, pasti kana sulajana, tinangtu paraseana, sabab pakia-kia. Kumargi kitu kasugri nu parantos ngagem Tarekat Qodiriyah Naksabandiyah hususna kaum Muslimin umumna, mugi sami bareng-bareng ngaichtiaran kana djalan kasaean, njingkahan tina djalan kaawonan, karana anu djadi kasalametan di acherat teh njaeta anu ngalampahkeun hade di dunjana, njakitu deui nu tjilaka acheratna teh nemahan salah di dunjana, djadi sadaja manusa pada boga tanggung jawab, kuduna ngurus badan sakudjur, ngadidik diri pribadi, ulah rasa kadjongdjonan, betah dina kasalahan, matak tjikiri achirna, matak tjilaka tungtuna dina enggoning ngumbara di alam dunja, kudu bisa mernahkeun salira dina kahadean salawasna, mangkana salira taja serepna, kari-kari lalawora, henteu apik miarana boh dhohirna boh bathinna, tetep resep dina kasalahan, ngumbar nafsu sapandjangna. Numatak aja Tharekat Qodiriyah Naksabandiyah teh, njaeta perdjalanan perichtiaran keur mernahkeun kahadean kasampurnaan dhohir bathin, njingkahan tina kasalahanana.
Mugi-mugi Gusti Alloh Ta’ala maparin terbuka ilham anu mulja supaja tinemu bagdja, hasil permaksudanana, sinareung ieu risalah, muga-muga djadi wasilah, ka sadaja nu milampah, bisa kaala buahna bisa kapipit hasilna, manfaat sapapandjangna, salamet dunja acheratna, salamet djasadna njawana salamet dhohir bathinna, diraksa kunu kawasa, bisa napakeun hadena, bisa njingkahan gorengna, parek ridjkina, djauh balaina, taja sanes nu disuprih tjageur baguerna.
Manusia itu terdiri dari macam-macam nafsu setiap Lathifahnya yaitu hal-hal yang lembut/halus pada manusia, nafsu itu ada yang mengajak kepada kebaikan dan ada yang mengajak pada kejelekan, oleh karena itulah didalam Islam diadakan pelajaran Thoreqat Qodinyyah Naqsyabandiyyah, yaitu alat untuk memelihara badan dhohir dan bathinnya, agar bisa menghilangkan kejelekan yaitu tidak mau menuruti hawa nafsunya, dan mau melakukan kebaikan.
Yang mengajak kepada nafsu jelek sehingga jadi rereged sesuatu yang mengikat, manusia di dunia yang membuat celaka akhiratnya, jika manusia tidak menghilangkan rereged/penyakit hati itu sendiri tentu saja tidak akan tegak lengkah istiqomah konsisten dalam kebenarannya, tak akan betul-betul (kalau) kejujurannya tak akan ketemu keluhurannya. Tak kan tajrih/betul-betul keadilannya, sebab masih terikat dikat oleh godaan nafsu yang mengajak hawa nafsu tersebut, tiada henti-hentinya, yang demikian itu menjauhkan kepada ke-Islamannya, artinya jauh dari
keselamatan dunia dan akhirat, oleh karenanya menurut para Ulama Muhakikin manusia itu perlu memegang TQN yang memakai tawajuh lathoif, artinya perjalanan berat menghadapkan lelembut/kehalusan manusia itu kepada kebaikan untuk menjauhkan kepada kejelekan, sebagaimana yang disampaikan kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jaelani, artinya: sudah menjadi kewajiban mengusahakan hidupnya hati (eling) kepada Allah SWT, selagi hati penuh oleh aneka warna gambar makhluk (melamun) yang tercipta di hati/macam-macam ciptaan dan tak akan dapat wusul kepada Alloh SWT, selagi masih di borgol oleh hawa nafsunya. Oleh karena itu inilah pentingnya menghidupkan hati (eling), maksudnya agar jangan terikat oleh godaan hawa nafsu dengan macam-macam yang dilamuni/dikhayali yang biasanya tak akan sampai wusul kepada Alloh SWT. Malah menurut Alloh SWT di dalam Al-Qur'an, sekiranya ingin menghilangkan yang membuat hati terikat dhohir bathin, tiada lain harus dzikir kepada Alloh SWT agar bisa wusul kepada Alloh SWT.
Ayat ini ada pada juz:
Artinya : manusia yang merasa melakukan macam-macam kejelekan atau gelap (rudet) penuh kecupetan, tak salah dzikrulloh, tentu/insya Alloh tak akan lagi melakukan kejelekan itu, dan tentu saja hilang kegelapan hatinya terbuka kepada kebaikan dan Insya Alloh selamat dhohir bathin dunia akherat.
Menurut Alloh SWT di Al-Qur'an pada juz:
Artinya : Alasan kami menurunkan dzikir kepadamu Muhammad, agar bisa jelas (siddik)
melakukannya, tegasnya memiliki pedoman bisa berbuat kebaikan dan menjauhkan dari kejelekkan.
Dzikir menurut lughot : tiap-tiap kalimat yang berkenaan dengan asma Alloh dan
sebagainya, disebut dzikir menurut lughot. Tetapi dzikir menurut istilah yaitu dzikir yang diatur oleh para ahli dzikir, ada dua bagian dzikir yang diamalkannya badan/jasmani, disebut Thorekat Qodiriyyah. Kedua dzikir yang diamalkan oleh badan/rohani disebut Thoreqat Naksyabandiyyah. Jadi dzikir yang ini dua bagian yang disebut Thoreqat Qodiriyyah Naksyabandiyyah (TQN), yaitu
untuk pegangan manusia agar lulus jasadnya, nyawanya, mulus dhohir bathinnya, beres
syareatnya, hakekatnya, agar selamat sejahtera dunia akhiratnya.
Petunjuk tentang dzikir yang diamalkan oleh badan jasmani yang dinamakan Thoreqat Qodiriyyah yaitu terdapat pada Al Qur'an...Surat :
Artinya : Tatkala Alloh SWT menurunkan dzikir-dzikir buat kalian, ketahuilah dzikir itu, dan banyak lagi dalil-dalil yang menunjuki tentang Thorekat Qodiriyyah, yang menunjukan dzikir yang diamalkan jasmani dan yang menunjukan dzikir yang diamalkan jasmani dan rohani, dinamakan Thoreqat Naqsyabandiyyah yaitu pada:
Artinya : Berdzikirlah kamu dalam hatimu agar menjadi merasa (tahu diri) dan itu bukan oleh
ucapan mulut, tapi oleh hati yang waktunya pagi hingga sore.
Dan jangan lupa banyak lagi dalil-dalil yang menunjuki tentang Thoreqat Naqsyabandiyyah.
Menjalankan Thoreqat itu harus di gurukan dulu, agar cara-caranya bisa di bimbing
bagaimana mestinya. Menurut perguruan 2 Thorenat, tidak cukup di raba atau di pelajari sendiri, malah menurut Ulama (artinya) barang siapa yang tidak memiliki guru tentu syaithan gurunya.
Barang siapa yang sudah masuk anggota TQN dari gurunya, jika akan mengamalkannya/prakteknya diawali tawasul kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW dengan para shohabatnya dan para keluarganya, begini:
・ Baca istighfar 2 x atau lebih.
・ Baca sholawat 2x atau lebih.
・ Terus dzikir 165x, setiap ba'da sholat fardhu yang 5 waktu tak boleh kurang jika lebih tak apa-apa.
・ Ba'da dzikir membaca:
Terus tawajjuh, yaitu merasakan hati setelah (dapat) diisi dzikir yang khusyu' jangan
dicampuri dengan lain-lain, agar konsentrasi walau dalam segala macam tingkah laku jangan-
jangan hilang kehilangan, jika lupa ingatkan lagi begitu seterusnya.
Jadi Thoreqat Naqsyabandiyyah tiada batas waktunya yang diamalkan oleh badan rohani.
Dalam ajaran Islam ada pelajaran TQN, jadi pokok dasar kebaikan manusia pada jasadnya,
nyawanya, dhohirnya, bathinnya agar selamat dunia akhirat, sedangkan adab-adabnya dzikir ada 12 perkara :
1. Dzikir harus di Gurukan, dan gurunya yang Mursyid, cukup ilmunya, bijaksana petuahnya, tata-titinya dalam menjelaskannya.
2. Jaga dzikir jangan sampai ghoflah, maksudnya cara bagaimana baiknya/seharusnya
dzikir, hatinya jangan kesana kemari, sebab utamanya dzikir itu harus dibarengi dengan dzikir hati, malah ada pendapat dzikir di bibir tetapi hatinya lupa disebut dzikir
biasa (lumrah), yang begitu biasanya disebut dzikir orang bodoh, buahnya dzikir jadi
siksa karena dosa sebab kenapa dzahirnya menghadap hatinya mungkin...
3. Melaksanakan dzikir harus robithoh dulu, yaitu merasa dihadiri/disaksikan guru, agar
segala nasehatnya tidak dilupakan.
4. Harus bersih dari hadats dan najis.
5. Harus menghadap ke kiblat bila sendiri.
6. Pada waktu dzikir jangan ada pemandangan selain konsentrasi kepada Alloh SWT.
7. Pejamkan mata agar lebih khusyu.
8. Harus di ruang gelap/sunyi sepi agar lebih tentram.
9. Jika sedang dzikir nafi itsbath, harus terasa menjalarnya dzikir (ismu dzat) ke seluruh latifah mengikuti sebagaimana petunjuk guru, jika sedang dzikr itsbath saja harus dipanahkan (benahi) dalam latifahnya.
10. Harus mengerti artinya.
11. Dalam berdzikir seluruh latifahnya harus terasa, malah seluruh jasadnyapun harus terasa ikut berdzikir.
12. Ba'da dzikir baca:
Lathifah manusia/lelembut menurut hukum Munakihim ada 10 yaitu:
1. Lathifah Qolbi (lelembutan jantung).
2. Lathifah Ruhi (lelembutan nyawa).
3. Lathifah Sirri (lelembutan rasa).
4. Lathifah Khofi (lelembutan yang samar).
5. Lathifah Akhfa (lelembutan rasa yang lebih samar).
6. Lathifah Nafsi (lelembutan nafsu).
7-8-9-10 terkurung oleh lathifah qolab, yaitu lelembutan seluruh badan, yaitu anasir air,
angin, api, tanah. Sebab badan jasmani itu terdiri dari unsur tersebut.
Lelembutan manusia diisi oleh bermacam-macam nafsu yang mengajak kepada macam-macam pula, tokohnya ada tujuh :
Pertama, Nafsu Lawamah: antara lain mengeledek, menghina, adanya di Latifah Qolbi, ada di bawah sebelah kiri, temannya ada delapan :
1. Hawaun (mudah tertarik) biasanya tak pernah jujur dalam bekerja.
2. Mukron (jahil).
3. Ujbun (menentukan yang belum bukti).
4. Ghibatun (suka ngupat).
5. Rijaun (beramal ingin dilihat orang lain).
6. Dhulmun (menyakiti).
7. Kidbun (cedera).
8. Ghaflatun (mengacuhkan kewajiban).
Kedua, Nafsu Mulkamah atau Sawiyah: penerima ilham, bisa terbuka rasanya, terang hatinya, adanya di Latifah Rukhi di bawah susu kanan, teman/badalnya ada tujuh:
1. Sanowah (terbuka, tak pedulian).
2. Kona'ah (menerima apa adanya).
3. Hilmun (ramah tamah, manis budi).
4. Tawadu'un (rendah hati).
5. Tobatun (kapok dalam segala hal).
6. Sobrun (bisa nahan kebencian dan kekesalan).
7. Tahamul (tahan penderitaan).
Ketiga, Nafsu Muthmainah: selalu mengajak kepada keteguhan hati, konsisten istiqomah, ada di Latifah Sirri adanya di atas susu kiri, temannya ada enam:
1. Judun (murah tangan, pemberi).
2. Tawakalun (tak perdulian).
3. Ibadatun (menghadap, peka).
4. Sukurun (melaksanakan segala miliknya atau dasar izin Allah SWT).
5. Ridlo (tentram, menerima atas segala yang ditentukan).
6. Hosyatun (takut berbuat salah).
Keempat, Nafsu Mardhiyah: biasanya mengajak kepada hal-hal yang disukai, terutama jalan kebaikan, berada di Latifah Khofi, adanya di atas susu kanan, temannya ada tujuh:
1. Husnul Huluk (baik).
2. Tarku Masiwalloh (tak melihat kepada macam apa yang dikerjakan/tauhid).
3. Luthfun Bihilqi (menyayangi segala makhluk).
4. Hamluhun Alasholah (suka menuntut kepada kebaikan).
5. Shohunan Dhunub Ghaer (pemberi maaf kepada yang telah berbuat salah kepadanya).
6. Hubbul Holqi (sangat menyayangi orang lain).
Kelima, Nafsu Kamilah: selalu mengajak kepada kesempurnaan manusia adanya di Latifah Akhfa, yaitu di tengah-tengah dada, temannya ada tiga:
1. Ilmul Yakin (pengetahuannya yakin/jelas).
2. Ainul Yakin (semakin yakin lagi).
3. Haqul Yakin (puncaknya yakin/yakin sekali).
Keenam, Nafsu Amarah: biasanya suka mengajak kepada kejelekan dan memaksanya, adanya di Latifah Nafsi, adanya ditengah-tengah alis, ada tujuh temannya:
1. Buhlun (kikir).
2. Hirsun (serakah, tak melihat orang lain).
3. Hasadun (dengki kepada orang lain).
4. Jahlun (bodoh).
5. Kibrun (angkuh, besar kepala).
6. Sahwatun (memaksa jika ada kemauannya).
7. Ghodobun (mudah marah).
Ketujuh, Nafsu Rodliyah: selalu menarik kepada hal-hal yang luhur dalam tingkah
lakunya, adanya di Latifah Qolab diseluruh kujur badan. Temannya ada enam:
1 Kanomun (lakunya mulus).
2. Zuhdun (petapa, suka riyadloh).
3. Ikhlasun (bersih hati dalam segala tingkah lakunya).
4. Waroun (apik dalam segala hal).
5. Riyadioh (melatih diri agar tetap dalam kebaikan).
6. Wifaun (melaksanakan kebaikan).
Menurut syaikh Paruk Sarhandi, Latifah sepuluh (7-8-9-10) itu ada dua bagian, sebagian 5 yaitu : Latifah Qolbi, Ruhi, Sirri, Khofi, Akhfa, dinamakan Alamul Amri (tempat mewadahi segala aturan), yaitu alat manusia berpikir, yaitu sulit tidak mengerti yang musykil-musykil memahami yang sulit-sulit, tempat menerima/merasakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Oleh karena demikian dengan adanya Latifah di manusia saja, makhluk lain tidak, malah menurut Ulama
Muhakkikin :
Artinya: Lathifah yang lima ini, ada menerima perintah dari yang dinilai agung kesabarannya
yaitu Rasul yang enam: Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi
Muhammad SAW. Yang lima lagi yaitu: Nafsi (lelembut nafsu dan empat, yang di lathifah Qolab, seluruh unsur loelembut badan yaitu : air, api, angin, tanah, yaitu lathifah yang lima disemua makhluk (manusia dan yang lainnya) disebut Alamul Holqi (alam kejadian seluruh makhluk), aturannya agar supaya dalam unsur/anasir manusia, jangan tertindih godaan nafsu, yaitu harus terasa dzikir, setiap lathifah-lathifahnya diakhiri satu-satu lathifah yang dipelajari/dirasa-rasa hingga membentuk kebetahan/kenyamanan. Adanya dzikir itu secara otomatis, kemudian dituntun lagi kepada lathifah yang kedua, begitu juga cara melatih lathifah yang kesatu hingga seterusnya keseluruh lathifah, malah terasanya itu bukan hanya ke lathifah saja, tetapi keseluruh tubuh, sekujur juga pada merasa mewujud termasuk ke bulu-bulu, dagingnya, urat-uratnya, termasuk usus, pada hidup eling/dzikir hingga meresap keseluruh badan/raga/tubuh. Kata bahasa Arab disebut khusyu/konsentrasi tanpa melihat yang lainnya, tanpa peduli rasanya kepada segala yang dilakukan oleh jasadnya, kecuali rasanya yang terfokus terhadap Allah SWT saja, atau bisa disebut Istighrok, yaitu terbungkus oleh lautan Musya'adah Sidikiyah (waspada yang jelas sekali secara terus menerus mengabdi tak ada sepinya/berhentinya). Merasakan selamanya tidak melihat kepada yang lainnya, terisi oleh rasa yang sempurna betul-bdtul teleb/mantep semantep-mantepnya lahir dan bathin menyatu kepada Yang Maha Melindungi, walaupun pada manusia akan merasakan modal satu wedal, sebangsa tak ada rasa sendirian, jauh dari rasa pintar sendiri tidak yang lain, karena aku lain tidak, aku lain tidak.....aku lain tidak, ini betul-betul terhadap alasan harkat derajatnya atau kepemilikan tidak ingin melonjak, sebaliknya suka campur baur, akur terhadap sesama, tidak ingin bertengkar, sebaliknya malah ingin persahabatan yang sempurna, terhadap bawahan tak ingin menghina, sebaliknya menuntun,
mengarahkan agar kejalan kejujuran. Terhadap fakir miskin selalu baik hati dan suka memberi sebagai bukti nyata bahwa hatinya welas asih bisa merasakan apa-apa yang dikehendaki yang makin kerasa walau sebesar lisa (kecil) tak kan salah menerimanya, diterima apa yang diberikannya seperti dari yang kecil hingga yang paling besar, susah hingga bahagia, dari sakit hingga sehatnya, dari bodoh hingga pintarnya, dari melarat hingga kaya raya, tidak pernah terkait suatu beban apapun, ada rasa yang sempurna, yang begitu itu dinamakan manusia yang bisa hidup dalam kesempurnaan, kena oleh kata-kata Sesepuh, tanpa tergoncangkan/istiqomah, yang bahasa Arabnya:
Istiqomah/konsisten selamanya, tidak tertarik oleh yang memuji, tidak gentar oleh yang memfitnah, tak goyah oleh yang ngeledek, tak terpengaruh oleh yang muji-muji, tak terganggu oleh yang menggunjing, tidak sedih oleh yang memaksa, tidak sungkan karena dipinta, istiqomah dalam keyakinan, tidak aral dalam rugi, tidak bosen-bosen usaha, tidak agul/takabur karena untung, pasrah dalam sakit, ikhlas dalam mengobatinya, syukuran dalam kondisi sehatnya, tidak tinggal diam dalam bodohnya, tak bosan dalam belajarnya, tidak takabur dalam pintarnya. Jadi tak pernah sepi-sepi hasilnya dalam sikap dan perilakunya, tidak absen dalam ibadahnya, kesimpulannya menghadap berkhidmat selamanya, tidak terlewat karena siang, tidak karena malam, tidak terhalang karena siang, tidak terhalang karena malam, ternyata sedang ada di antara jarak siang, jarak malam, di antara hina dan mulia, antara rugi dan untung, berjalan terus di antara keduanya, langsung terus berpijak selamanya seperti yang naik/nunggang kuda, duduknya/posisinya ditengah-tengah, bukan depan, bukan belakang, terlalu depan akan mudah jatuh kedepan, terlalu belakang akan terjungkal kebelakang, cirinya ini harus ditengah-tengah, kuda
yang ditunggangi itu biasanya memakai kendali rangah di belakang oleh apis buntut, rata/tetap menjaga kestabilan agar badannya tidak ngamuk, kalau-kalau terkena sandungan/tersandung, bukan kuda tidak berkepala, tidak berbuntut tetapi diam di antaranya menahan belakang dan depan, bukan tidak ada susahnya, bukan tidak ada senangnya, bukan tidak ada sakitnya, bukan tidak ada sehatnya, bukan tidak ada ruginya, bukan tidak ada untungnya, tetapi tetap stabil di antaranya mengemudi keduanya, nah baru terasa, nampak rata tidak berat sebelah, sebab jika terlalu miring ke sebelah kanan akan benci ke kiri, terlalu suka ke kiri biasanya tak enak/suka ke kanan, terlalu suka ke yang kaya, suka benci yang miskin, tinggal dalam miskin suka mau kaya,
terlalu suka pangkat suka benci kepada rakyat jelata (cacah duafa) mentang-mentang duafa, tidak akur relevan dengan yang berpangkat, padahal sedang susah itu akan senang, padahal sedang senang akan jadi susah, padahal sedang melarat akan jadi kaya, padahal sedang jadi rakyat itu akan jadi pangkat, padahal sedang jadi pangkat itu mautnya akan jadi rakyat.
Nah jika demikian itu terasa papak ratanya, akur kesana kemari, jika bertentangan pasti
ada ingkar, tentu saja ini akan terjadi pertentangan karena kontroversi/bertentangan.
Oleh karena itu bagi ikhwan yang sudah di talqin TQN umumnya kaum muslimin, khususnya ikhwan, marilah kita sama-sama mengikhtiarkan jalan kebajikan, menjauhi jalan kejelekan/perdosaan karena yang menjadi keselamatan akherat itu adalah beramal baik di dunianya. Demikian juga yang celaka akheratnya itu akibat salah di dunianya, jadi dengan demikian manusia itu memiliki/dibebani tanggung jawab, seharusnya/sebaiknya memelihara diri sendiri, mendidik diri pribadi sendiri, jangan terlena betah dalam kesalahan, akan celaka nanti(akhirnya) dalam hidup berkelana dalam dunia ini. Harus bisa memposisikan diri dalam kebaikan selamanya, karena diri ini tak ada serepnya/gantinya, jika tidak hati-hati, tidak apik memelihara diri baik lahir maupun bathinnya tetap saja suka akan kesalahan, menggumbar nafsu selamanya. Oleh karena itu ada TQN itu suatu cara/methode/alat ikhtiar untuk membenahi kebaikan yang sempurna dhohir bathin, menjauhkan segala kesalahan.
Risalah ini moga-moga jadi wasilah/perantara perbuatan itu bisa membawa buahnya berhasil, manfaat selamanya, selamat dunia akheratnya, selamat jasadnya, dzahir bathinnya dalam lindungan Yang Maha Kuasa, bisa napak kebaikannya, menjauhkan kejelekannya, parek rizkinya, jauh balainya, tiada lain yang dikejar/dimaksud/dicari adalah CAGEUR BAGEUR.
~ Disalin, diketik kembali dari aslinya dan diterjemahkan tanggal 5 Oktober 2005
Tanbih periode keempat ini masih tertulis dalam manuscript yang dikumpulkan oleh H.Rd. Bustom, dengan ejaan latin yang masih belum disempurnakan.
Pada Tanbih periode keempat ini terdiri dari 2 versi, yaitu versi bahasa Sunda dan versi bahasa Indonesia.
Kandungan Tanbih periode keempat ini adalah penegasan tentang kewajiban bagi murid TQN Pondok Pesantren Suryalaya untuk berakhlakul karimah sebagaimana yang telah ditulis pada Tanbih periode-periode sebelumnya, yaitu seorang murid harus teliti dalam beribadah dan membuktikan pengabdian terhadap agama dan negara, selalu menghormati atasan, saling menghargai sesama, tidak merendahkan bawahan, mengasihi fakir dan miskin, mau berdampingan dengan penganut agama lain, tidak musyrik, berbakti kepada orang tua, berbuat baik terhadap sanak saudara, anak yatim, tetangga, istri, suami dan anak, tidak sombong dan pamer, dan intinya harus bersatu dalam kebaikan.
Tanbih Periode Keempat Versi Bahasa Sunda
Adapun Tanbih Periode keempat versi bahasa Sunda yang disusun pada 11 Oktober 1952 ini adalah sebagai berikut:
Ieu pihatoer djisim koering noe djadi pananjaan Thoreqat Qodirijjah Naksabadijjah,
kagegelan khususna pikeun ka sadaya moerid-moerid pameget istri kalih noe anom, poma sina hade-hade dina lakoe lampah oelah aja tjarekeun Agama djeung Nagara.
Eta doea-doeana kawoelan sapantesna samistina. Kitoe manoesa anoe tetep tjitjing
dina bagbagan kaimanan tegesna noe boga karoemasaan:
Ka I: Boh kasaloehoereun harkatna boh daradjatna atawa kabogana, oelah rek hayang nandoek sina luju akoer djeung batoer-batoer.
Ka II: Kasasama oelah pasea koedoe rendah babarengan oelah djadi pacogregan, bisi asoep kana pangandika “Adhabun Alim” hartina badan payah ati soesah.
Ka III: Kasahandapeun oelah hajang ngahina njieun deleka tjulika henteu ngadjenan
sabalikna kudu heman kalawan karidhoan, malar senang rasana gumbira atina oelah
sina ngarasa reuwas djeung giras, rasa kapapas mamaras, anggur mah ditoengtoen ditoeyoen koe nasehat noe lemah lembut noe matak nimboelkeun noeroet, bisa napak dina
djalan kahadean.
Ka IV: Ka noe miskin djeung ka noe pakir, koedoe welas asih, someah toer boedi bersih,
sarta daek mere maweh nganjatakeun hate oerang sareh geura rasakeun awak oerang
sorangan, katjida ngerikna ati ari dina kakoerangan, noe matak oelah kajongjonan,
ngeunah dewek henteu lian, da pakir miskin teh lain kahayang sorangan titis toelis (qadar) ti Pangeran. Kitoe pigeusaneunana manusa noe boga rasa roemasa, sanadjan djeung sedjen bangsa, sabab toenggal ti toeroenan Nabi Adam a.s, Walaqod Karomna Baani Adam, sundana Kami geus ngamuljakeun ka sakabeh anak Adam, njakitu deui dina nas Qur’an djuz V surat Annisa ajat 36.
Soendana: Poma maraneh kudu aribadah, tegesna kudu boga rasa rumasa ka Gusti Allah Ta’ala, da Andjeunna anu ngabuktikeun sakabeh langit djeung bumi, katoet eusina djeung oelah moesrik tegesna ka sagala rupa nu djadi matak.
Djeung ka indung bapa koedoe tatakrama, njieun kasopanan kaoetamaan, kahadean, njakitoe deui ka koelawargana noe djadi indung bapa djeung nembongkeun kanjaah
kaheman ka anak jatim djeung kanoe miskin, djeung ka tatangga anoe deukeut atawa
anoe djaoeh, atawa anoe djaoeh pisan.
Djeung kanoe djadjaluk (Ibnoe Sabil) sing bisa roemawat djadi kaloeloesan kanoe
djadi kawadjiban njaeta anak bodjo djeung sadjabana.
Djadi hartina ieu ajat njaeta koedoe akoer djeung batoer-batoer, oelah aja koetjiwana,
ngan perkara agama oelah tjampur, saagamana-saagamana karana aja pangandika, hartina: Itoe-itoe, oerang-oerang, lakoe itoe koe itoe, lakoe oerang koe oerang, oelah djadi papaseaan, patjengkadan, da Gusti Alloh anoe ngumpulkeun kana rioeng moengpoeloengna oerang sadaja, soerahna: Koedoe akoer ulah tjampur baur wondone oear pangadjak koedoe reudjeung kaleumeusan.
Dawuhan Alloh : ..... (ayat)
Hartina: Kudu aja kabijaksanaan dina ngadjak-ngadjak kahadean, kaloehoengan, ka Pangeranan, reudjeung koedoe make didikan kalantipan, kalejepan malar tartib atina terbuka rasana bisa gancang hasilna (caina herang laukna beunang) geuning tjeuk sepuh baheula mah sina logor dina liang djarum, oelah sereg dibuana. Njaeta koedoe apik pilih djeung pamilih, njiar djalan kahadean dhohir-bathin, dunja acherat, sangkan ngeunah njawa betah jasad oelah djadi kabengkahan, noe disoeprih tjageur baguer.
Salam pidua Abah pangantjikan di Patapan Soerjalaja Kadjembaran Rachmaniah Desa Tandjoengkerta Katjamatan Pageurageung Kawadanaan Tjiawi Kabupaten Tasikmalaya.
Adapun Tanbih periode keempat versi bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
Inilah Risalah dari kami guru Torekat Qodiriyah Naqsabandiyah. Haraplah supaya segenap murid berlaku hati-hati dan teliti dalam segala hal ikhwal, janganlah berlaku bertentangan dengan peraturan agama dan negara, peraturan ajaran dan syara dan negara, taati kedua-duanya.
Begitulah caranya manusia yang suluk (ngambah) Torekat Qodiriyah Naqsabandiyah,
Narus mempunyai hati keridhoan dan keikhlasan yang menjadi dasar keimanan dan keislaman
sebagaimana yang kita sudah muatkan di bawah ini yang harus diperhatikan dan dikerjakan.
I : Kepada orang-orang yang tinggi dari kita, baik dari pengetahuannya, maupun dari harkat derajatnya dsb., kita harus menghormati benar-benar memakai kesopanan dan keutamaan agar selama-lamanya ada dalam keselamatan.
II : Kepada orang yang sama derajatnya dengan kita, harus bekerja bersama-sama dalam melakukan agama dan drigama janganlah bersengketaan dan bercerai-berai karena yang suka bercerai-berai akhirnya dapat kecelakaan, termasuk dalam perkataan Adhabun Alim. Artinya badannya merasa payah hatinya merasa susah.
III. Kepada yang di bawah kita derajatnya jangan menghina, bersikap tidak senonoh sampai menjadi luka hatinya karena kehormatannya tersinggung, sebaliknya kita harus berhati rendah dan memakai ramah-tamah agar tertarik hatinya, terikat rasanya, bisa dituntun dan dituju kearah bahagia dunia wal akhirat.
IV : Terhadap orang fakir dan miskin kasihanilah mereka itu, kita harus berbudi manis dan suci, serta berilah mereka berupa rizki, membuktikan keimanan kita, janganlah kita terlanjur bersenang sendiri, sedangkan orang lain menderita, serta kekurangan, Insyaflah fakir miskin itu kehendaknya sendiri, tetapi kehendaknya Allah SWT. Begitulah caranya manusia yang penuh minat sebagai penganut Islam, hidup dengan aman dan damai walaupun dengan bangsa lain, sebab mereka itu tetap turunan Adam a.s menurut firman Allah dalam Al Quran yang artinya : Kami telah memuliakan anak cucu Adam as dan kami yang menanggung dari segala-galanya yang ada di daratan dan lautan juga kami yang memberi rizki kepada mereka lebih dari pada apa-apa yang diadakan oleh kami, ....... Begitu pula bunyi arti surat Anisa ayat 36.
Harap berbaktilah kepada Allah dan janganlah mempersekutukan barang sesuatu dengan Dia, dan berbuat baiklah kepada orang tua dan kepada sanak saudaramu, dan kepada anak yatim dan kepada orang-orang miskin dan terhadap tetangga yang dekat dan yang jauh dan terhadap tetangga yang jauh sekali (yaitu lain agamanya atau orang asing) dan terhadap orang-orang yang tak berketentuan tempatnya (nomadi) dan urusilah orang yang dimiliki tangan kananmu (yaitu binimu atau anakmu) dsb.
Allah tidak mengasihi orang yang congkak, lagi bermegah-megahan (takabur). Kesimpulan dari ayat-ayat ini yaitu haruslah kita hidup bergaulan dengan aman dan damai, janganlah bercerai-berai, karena yang jadi idam-idaman kita semua yaitu HIDUP BERBAHAGIA SEHAT WAL AFIAT DUNIA WALAKHIRAT (Cageur Bageur).
Orang miskin dan terhadap tetangga yang dekat dan yang jauh dan terhadap tetangga yang
jauh sekali (yaitu lain agamanya atau orang asing) dan terhadap orang-orang yang tak berketentuan tempatnya (nomadi) dan urusilah orang yang dimiliki tangan kananmu (yaitu binimu atau anakmu) dsb.
Allah tidak mengasihi orang yang congkak, lagi bermegah-megahan (takabur). Kesimpulan dari ayat-ayat ini yaitu haruslah kita hidup bergaulan dengan aman dan damai, janganlah berceral-berai karena yang jadi idam-idaman kita semua yaitu HIDUP BERBAHAGIA SEHAT WAL AFIAT DUNIA WALAKHIRAT (Cageur Bageur).
~ Suryalaya, 11 Oktober 1952
Tanbih periode kelima ini tidak terdapat dalam konsep manuscript H.Rd. Bustom. Kemungkinan disusun setelah Pangersa Abah Sepuh Wafat di tahun 1956 oleh Pangersa Abah Anom selaku penerus Mursyid Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya selanjutnya, karena terdapat tanda tangan beliau pada penutup Tanbih periode kelima ini.
Dan Tanbih terakhir ini merupakan Tanbih Pamungkas dari konsep Tanbih periode-periode sebelumnya hingga kini dan seterusnya, tidak ada lagi perubahan dan modifikasi, tidak boleh ditambah atau dikurangi susunan huruf dan kalimatnya, karena Tanbih periode kelima ini sudah mencangkup secara keseluruhan isi atau maksud dari konsep Tanbih sebelumnya, sehingga Tanbih terakhir ini menjadi Esensi Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya yang wajib diamalkan secara baku oleh segenap lapisan murid di manapun berada.
Di dalam Tanbih ini terdapat Ranggeuyan Mutiara atau Untaian Mutiara. Keduanya saling berkaitan dan tidak terpisahkan, menyatu menjadi satu, sebagaimana telah ditegaskan oleh Pangersa Abah Anom dalam Maklumat No.50 Tahun 1995: "Pembacaan Tanbih, diawali dengan pembacaan Ummul Quran/Alfatihah yang dikhususkan kepada (Alm) Syekh H. Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad dan sesudah pembacaan Tanbih dilanjutkan dengan pembacaan Untaian Mutiara dan disertai do'a bagi kesehatan dan keselamatan Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya". (Maklumat No. 50.PPS.III.1995 Tentang Tata Tertib Manaqiban).
Tanbih terakhir ini telah nyata dan jelas dipertanggung jawabkan oleh Pangersa Abah Anom selaku Mursyid TQN Ponpes Suryalaya silsilah yang ke 37 dengan diperkuat oleh Maklumat-Maklumat yang beliau keluarkan, di antaranya :
1. Agar tetap menghayati dan mengamalkan Tanbih. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan Tanbih, maka kami tidak bertanggungjawab atas penyimpangannya (berdasarkan Maklumat No. 50.PPS.III.1995 Tentang Tata Tertib Manaqiban).
2. Jangan bertentangan segala ucap laku dengan TANBIH, yang isinya antara lain "Mengikuti perintah agama dan negara". (Maklumat Tahun 1982).
3. Menghayati dan mengamalkan TANBIH, sebagai amanat dari pendiri Pondok Pesantren Suryalaya. (Maklumat No.19 Tahun 1990, Maklumat No.20 Tahun 1994 dan Maklumat No.43 Tahun 1994).
4. Meningkatkan persatuan dan kesatuan serta kerjasama dalam kebersamaan untuk mengamalkan, mengamankan dan melestarikan TQN Pondok Pesantren Suryalaya, berikut Tanbih dan Untaian Mutiara tanggal 13 Pebruari 1956 yang merupakan wasiat dan amanat Syaikhuna Almukarram Syaikh H. Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad ra. Kepada segenap murid-murid beliau. (Maklumat No.1 Tahun 2002).
5. Meningkatkan kewaspadaan terhadap sikap, ucapan dan perbuatan agar tidak bertentangan dengan peraturan agama maupun negara dan meningkatkan pembinaan amaliah secara positif terarah, guna memelihara kemurnian, amalan TQN Pondok Pesantren Suryalaya berikut tanbih dan Untaian Mutiara. (Maklumat No.1 Tahun 2002).
6. Meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai luhur Tanbih serta Untaian Mutiara dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya. (Maklumat No.1 Tahun 2002).
Adapun Tanbih Periode kelima dan yang terakhir ini adalah sebagaiberikut:
bismillaahir rohmaanir rohiim
Ieu pangeling-ngeling ti Pangersa Guru almarhum, Syekh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad r.a, panglinggihan di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah.
Dawuhanana: Khusus kangge kasadaya murid-murid, pameget, istri, sepuh anom, muga-muga sing ginanjar kawilujeungan, masing-masing rahayu sapapanjangna, ulah aya kabengkahan jeung sadayana.
Oge nu jadi papayung nagara sina tambih kamulyaanana, kaagunganana, tiasa nangtayungan kasadaya abdi-abdina, ngauban kasadaya rahayatna, dipaparin karaharjaan, kajembaran, kanikmatan ku Gusti nu Maha Suci dohir batin.
Jeungna sim kuring nu jadi pananyaan Thoriqot Qodiriyah Naqsyabandiyah, ngahaturkeun kagegelan, wasiat kasadaya murid-murid, poma sing hade-hade dina sagala laku lampah, ulah aya carekeun agama jeung nagara.
Eta duanana kawulaan sapantesna. Samistina kudu kitu manusa anu tetep cicing dina kaimanan, tegesna tiasa ngawujudkeun karumasaan terhadep agama jeung nagara, ta'at kahadorot Ilahi nu ngabuktikeun parentah dina agama jeung nagara.
Inget sakabeh murid-murid, ulah kabaud ku pangwujuk napsu, kagendam kupanggoda syetan, sina awas kana jalan anu matak mengparkeun kana parentah agama jeung nagara, sina telik kana diri bisi katarik ku iblis anu nyelipkeun dina batin urang sarerea.
Anggur mah buktikeun kahadean sina medal tina kasucian:
Ka 1: Kasaluhureun ulah nanduk, boh saluhureun harkatna atawa darajatna, boh dina kabogana, estu kudu luyu akur jeung batur-batur.
Ka 2: Kasasama, tegesna kapapantaran urang dina sagala-galana ulah rek pasea, sabalikna kudu rendah babarengan dina enggoning ngalakukeun parentah agama jeung nagara, ulah jadi pacogregan pacengkadan, bisi kaasup kana pangandika "Adzaabun Aliim", anu hartina jadi pilara salawasna, ti dunya nepi ka akherat (badan payah ati susah).
Ka 3: Kasahandapeun ulah hayang ngahina atawa nyieun deleka culika, henteu daek ngajenan. Sabalikna kudu heman kalawan karidoan, malar senang rasana, gumbira atina, ulah sina ngarasa reuwas jeung giras, rasa kapapas mamaras, anggur ditungtun dituyun kunasehat anu lemah lembut, nu matak nimbulkeun nurut, bisa napak dina jalan kahadean.
Ka 4: Kanu Pakir jeung nu Miskin kudu welas, asih, someah tur budi bersih, sarta daek mere maweh nganyatakeun hate urang sareh. Geura rasakeun awak urang sorangan, kacida ngerikna ati ari dina kakurangan, anu matak ulah rek kajongjonan, ngeunah dewek henteu lian, da pakir miskin teh lain kahayangna sorangan, estu kadaring Pangeran.
Tah kitu pigeusaneun manusa anu pinuh karumasaan sanajan jeung sejen bangsa, sabab tunggal turunan ti Nabi Adam as.
Numutkeun ayat 70 surat Isro, anu pisundaeunana kieu: "Kacida ngamulyakeunana Kami ka turunan Adam, jeung Kami nyebarkeun sakabeh daratan oge lautan, jeung ngarizkian Kami ka maranehanana anu aya di darat jeung lautan, jeung Kami ngutamakeun kamaranehanana, malah leuwih utama ti makhluk anu sejena".
Jadi harti ieu ayat, nyaeta akur jeung batur-batur, ulah aya kuciwana.
Nurutkeun ayat tina surat Al-Maidah anu sundana: "Kudu silih tulungan jeung batur dina enggoning kahadean jeung katakwaan terhadep agama jeung nagara, soson-soson ngalampahkeunana. Sabalikna ulah silih tulungan kana jalan perdosaan jeung permusuhan terhadep parentah agama jeung nagara".
Ari sabage agama, saagama-saagamana. Nurutkeun surat Al-Kafirun ayat 6: "Agama anjeun keur anjeun, agama kuring keur kuring", surahna ulah jadi papaseaan, kudu akur jeung batur-batur tapi ulah campur baur.
Geuning dawuhan sepuh baheula: "Sina Logor Dina Liang Jarum Ulah Sereg Di Buana", lamun urangna henteu kitu tangtu hanjakal di akhirna, karana anu matak tugenah terhadap badan urang masing-masing, eta teh tapak amal perbuatanana.
Dina surat An-Nahli ayat 112 diunggelkeun anu kieu: "Gusti Allah geus maparin conto pirang-pirang tempat, boh kampungna atawa desana atawa nagarana, anu dina eta tempat nuju aman sentosa gemah ripah loh jinawi, kari-kari pendudukna (anu nyicinganana) henteu narima kana nikmat ti Pangeran, mangka tuluy bae dina eta tempat kalaparan, loba kasusah, loba karisi jeung sajabana, kitu teh samata-mata pagawean maranehanana".
Kulantaran kitu, sakabeh murid-murid kudu arapik, tilik jeung pamilih dina nyiar jalan kahadean lahir batin dunya akherat, sangkan ngeunah nyawa betah jasad, ulah jadi kabengkahan, anu disuprih cageur bageur.
Henteu aya lian pagawean urang sarerea, Thoriqot Qodiriyah Naqsyabandiyah, amalkeun kalawan enya-enya, keur ngahontal sagala kahadean dohir batin, keur nyingkahan sagala kagorengan dohir batin, anu ngeunaan ka jasad utama nyawa, anu dirungrung kupangwujuk nafsu digoda ku dayana syetan.
Ieu wasiat kudu dilaksanakeun kusadaya murid-murid, supaya jadi kasalametan dunya rawuh akherat.
Patapan Suryalaya, 13 Pebruari 1956
Ieu Wasiat Kahatur Kasadaya Ahli-ahli
Ditawis Ku Pangersa Guru
Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin
RANGGEUYAN MUTIARA
1. Ulah Ngewa Ka Ulama Anu Sajaman
2. Ulah Nyalahkeun Kana Pangajaran Batur
3. Ulah Mariksa Murid Batur
4. Ulah Medal Sila Upama Kapanah
Kudu Asih Ka Jalma Nu Mikangewa Kamaneh
Pangersa Guru Almarhum
Syekh Abdulloh Mubarok Bin Nur Muhammad
***
TANBIH
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Tanbih ini dari Syaekhuna Almarhum Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang bersemayam di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah.
Sabda beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria maupun wanita, tua maupun muda :
Semoga ada dalam kebahagiaan, dikaruniai Allah Subhanahu Wata'ala kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga tak akan timbul keretakan dalam lingkungan kita sekalian.
Pun pula semoga Pimpinan Negara bertambah kemuliaan dan keagungannya, supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur, dhohir maupun bathin.
Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas, wasiat kepada segenap murid-murid :
Berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama maupun negara.
Ta'atilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan terhadap Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan perintah dalam agama maupun negara.
Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita.
Lebih baik buktikan kebajikan yang timbul dari kesucian :
1. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun dan saling menghargai.
2. Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah agama maupun negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya "Adzabun Alim", yang berarti duka-nestapa untuk selama-lamanya, dari dunia sampai dengan akhirat, (badan payah hati susah).
3. Terhadap oarang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
4. Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Demikanlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran, meskipun terhadap orang-orang asing, karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam a. s.
Mengingat ayat 70 Surat Irso yang artinya : "Sangat kami mulyakan keturunan Adam, dan kami sebarkan segala yang berada di darat dan di lautan, juga kami mengutamakan mereka lebih utama dai makhluk lainnya".
Kesimpulan dari ayat ini, bahwa kita sekalian seharusnya saling harga menghargai, jangan timbul kekecewaan.
Mengingat Surat Al-Maidah yang artinya : "Hendaklah tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan dengan sungguh-sungguh terhadap agama maupun negara, sebaliknya janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah agama maupun negara".
Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing.
Mengingat Surat Al-Kafirun ayat 6 : "Agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku", maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tetapi janganlah sekali-kali ikut campur.
Cobalah renungakan pepatah leluhur kita: "Hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna", karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri.
Dalam surat An-Nahli ayat 112 diterangkan bahwa : "Tuhan yang Maha Esa telah memberikan contoh, yakni tempat maupun kampung, desa maupun negara yang dahulunya aman dan tenteram, gemah ripah loh jinawi, namun penduduknya/penghuninya mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka lalu berkecamuklah bencana kelaparan, penderitaan dan ketakutan yang disebabkan sikap dan perbuatan mereka sendiri".
Oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan dlohir-bathin, dunia maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya "Budi Utama - Jasmani Sempurna (Cageur-Bageur)".
Tiada lain amalan kita, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebaikan, menjauhi segala kejahatan dhohir bathin yang bertalian dengan jasmani maupun rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan.
Wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap murid-murid agar supaya mencapai keselamatan dunia dan akhirat.
Amin.
Patapan Suryalaya, 13 Pebruari 1956
Wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan
(KH.A Shohibulwafa Tadjul Arifin)
UNTAIAN MUTIARA
1. Jangan membenci kepada ulama yang sejaman.
2. Jangan menyalahkan kepada pengajaran orang lain.
3. Jangan memeriksa murid orang lain.
4. Jangan mengubah sikap walau disakiti orang.
Harus menyayangi orang yang membenci kepadamu.
Pangersa Guru Almarhum
***
Akhirnya Konsep Tanbih dari Masa Ke Masa ini telah selesai ditulis dengan sumber rujukan dari buku-buku yang ada, dengan maksud agar para pembaca, khususnya bagi Murid TQN Ponpes Suryalaya dapat mengenal sejarah dan perkembangannya dari masa ke masa, selanjutnya dapat mengambil pelajaran darinya untuk dijadikan konsep hidup sehari-hari, sebab Tanbih ini bukanlah suatu wasiat yang berdiri sendiri tanpa landasan hukum dalam Al Quran dan sunah Rosul, justru pada dasarnya adalah manifestasi dari beberapa ayat Al Quran agar dapat menjaga kemurnian aqidah, memiliki akhlak terpuji dan melaksanakan amal ma'ruf nahi munkar, dapat mengukuhkan Tauhid, menambah khusyuk dalam melakukan ibadah dan membina kesucian jiwa serta kejujuran hati terhadap semua persoalan, juga agar mendapatkan karomah dan barokah karena sudah berupaya untuk berhidmat kepada Syekh Mursyid, dan agar tetap berada di jalan Allah SWT untuk mendapatkan keridhoan-Nya.
Firman Allah Ta'ala :
اِذْ قَا لَ لَهٗ رَبُّهٗۤ اَسْلِمْ ۙ قَا لَ اَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ، وَوَصّٰى بِهَاۤ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَ يَعْقُوْبُ ۗ يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَـكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ۗ
"(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), Berserah dirilah! Dia menjawab, Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam. Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim". (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 131-132).
Firman Allah Ta'ala :
وَاِذْ قَا لَ لُقْمٰنُ لِا بْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِا للّٰهِ ۗ اِنَّ الشِّرْكَ لَـظُلْمٌ عَظِيْمٌ
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman 31: Ayat 13)
Allah SWT berfirman:
يٰبُنَيَّ اِنَّهَاۤ اِنْ تَكُ مِثْقَا لَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِيْ صَخْرَةٍ اَوْ فِى السَّمٰوٰتِ اَوْ فِى الْاَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَطِيْفٌ خَبِيْرٌ
"(Luqman berkata), Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Mengetahui". (QS. Luqman 31: Ayat 16)
Allah SWT berfirman:
وَا قْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَا تِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ
"Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai". (QS. Luqman 31: Ayat 19)
Akhir kata semoga tulisan ini dapat membuka inspirasi dalam menentukan langkah keselamatan dalam kehidupan dengan selamanya ada dalam berkah Guru Mursyid, Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin r.a.
・ Tanbih Dari Masa Ke Masa, H.R. Mamat Rahmat, Yayasan Serba Bakti P.P. Suryalaya, Tasikmalaya.
・ Peranan Tanbih Syekh Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad Pada Pembentukan Akhlak Murid TQN Ponpes Suryalaya, Skripsi Sarjana Tahun 2020, Lathifatun Nisaa.
・ Esensi TQN Suryalaya, Abdul Ghoets.