Snack's 1967

PONDOK PESANTREN SURYALAYA
Desa Tanjungkerta - Kecamatan Pagerageung 46158
Telp. (0265) 454830-455801 Fax. (0265) 455830



PONDOK PESANTREN SURYALAYA
Desa Tanjungkerta - Kecamatan Pagerageung 46158
Telp. (0265) 454830-455801 Fax. (0265) 455830





Disalin dan diposting ulang oleh Abdul Ghoets dari http://www.suryalaya.org
 « Kembali 
 

PONDOK PESANTREN SURYALAYA
Desa Tanjungkerta - Kecamatan Pagerageung 46158
Telp. (0265) 454830-455801 Fax. (0265) 455830

SURAT EDARAN
NOMOR : 045.PPS.VIII.2012

TENTANG
HIMBAUAN DAN AJAKAN


Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Dalam suasana bulan suci Ramadhan 1433 H dan menjelang Idul Fitri 1 Syawal 1433 H, kami Pengemban Amanah Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya dan segenap Keluarga Syaikh KH. A. Shohibulwafa Tajul Arifin ra. mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa semoga kita semua senantiasa dalam ampunan Allah swt. Serta menjelang Idul Fitri 1 Syawal 1433 H Pengemban Amanah Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya dan segenap Keluarga Syaikh KH. A. Shohibulwafa Tajul Arifin ra. mengucapkan “Minal ‘Aidin Walfaizin” mohon maaf lahir dan batin.

Menyikapi situasi yang berkembang dikalangan ikhwan/akhwat TQN Pondok Pesantren Suryalaya yang berkaitan dengan fenomena/issue tentang Mursyid sepeninggal Pangersa Abah Anom maka dengan ini kami permaklumkan dengan hormat kepada seluruh Wakil Talqin TQN Pondok Pesantren Suryalaya, Pengurus Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya (Korwil, Perwakilan dan Pembantu Perwakilan) dan seluruh Ikhwan/Akhwat TQN Pondok Pesantren Suryalaya, bahwa :


Pengemban Amanah Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya dan Keluarga Besar Pondok Pesantren Suryalaya secara tegas tidak mengakui pengakuan seseorang sebagai MURSYID Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya sepeninggal Pangersa Abah Anom karena sepanjang yang kami ketahui dari telaah dokumen ( Amanat, Maklumat Pangersa Abah Anom selaku Mursyid Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya ) sampai saat ini tidak ditemukan adanya bukti-bukti otentik adanya pelimpahan kemursyidan dari beliau kepada siapapun dan tidak ada penambahan Wakil Talqin baru sepeninggal beliau.
Selanjutnya apabila ada pengakuan sepihak dari seseorang yang mengaku sebagai Mursyid Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya sepeninggal Pangersa Abah Anom selaku Mursyid Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya maka kami Pengemban Amanah Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya dan Keluarga Besar Pondok Pesantren Suryalaya tidak turut campur pada urusan tersebut dan segala akibat yang timbul karenanya menjadi tanggungjawab yang bersangkutan. Sepeninggal Pangersa Abah Anom Selaku Mursyid Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya amaliah Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya yang selama ini kita amalkan, masih tetap berkembang di masyarakat tetap berjalan dan tidak terdapat perubahan artinya masih tetap sejalan dengan TANBIH wasiat Pangersa Guru Almarhum Syaikh H. Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad ra., Uqudul Jumaan, Mifathus Sudur, serta Maklumat dan Amanat Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya Syaikh H. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra.
Ikhwan/akhwat Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya masih terus berkembang terbukti dengan masih banyaknya para tamu yang datang ke Pondok Pesantren Suryalaya meminta Talqin dzikir dan mengamalkan amaliah Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya, terutama dalam waktu Pengajian Manaqiban tiap tanggal 11 Hijriyah.
Bagi daerah–daerah yang Wakil Talqinnya atau Pembina di daerahnya telah meninggal dunia, Pembinaan kepada Ikhwan/akhwat masih tetap berjalan oleh Para Pembina, Pengurus Yayasan, Sesepuh Manaqib dan Khataman, Mubaligh/Mubalighah dari daerah lain yang terjangkau. Oleh karena itu para ikhwan/akhwat Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya hendaklah senantiasa tetap tenang, istiqomah melaksanakan amaliah Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya baik harian, mingguan, bulanan bahkan tahunan. Apabila terjadi penyimpangan sepeninggal Pangersa Abah Anom maka Abah tidak bertanggung jawab. sebagaimana ditegaskan dalam Maklumat Pangersa Abah Nomor : 03.PPS.V.2002 butir 5 yang berbunyi “ Agar tetap menjaga diri tidak berbuat yang bertentangan dengan petunjuk, pedoman, bimbingan dan pengajaran yang telah ditetapkan dalam amalan TQN Pondok Pesantren Suryalaya, baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun secara organisasi, bagi mereka yang melakukan penyimpangan atau perekayasaan terhadapnya maka Abah tidak ikut bertanggungjawab dan segala akibat yang ditimbulkan karenanya menjadi tanggungjawab orang yang bersangkutan”
Demikian himbauan ini kami sampaikan, semoga dapat diindahkan sebagaimana mestinya.
Selanjutnya kita berdo’a semoga kita senantiasa dapat melaksanakan amaliah Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya secara istiqomah, semoga kita diakui menjadi muridnya dan mendapat limpahan barokah dari Almukarom Pangersa Abah Anom serta Almukarom Pangersa Abah Sepuh serta karomah dari Tuan Syaikh Abdul Qodir Al-Jaelani qs. serta Syafa’at dari jungjunan kita Nabiyullah Muhammad Saw.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Suryalaya, 14 Ramadhan 1433 H
3 Agustus 2012 M


Disalin dan diposting ulang oleh Abdul Ghoets dari http://www.suryalaya.org
 « Kembali 
 

PONDOK PESANTREN SURYALAYA
Desa Tanjungkerta - Kecamatan Pagerageung 46
Telp. (0265) 454830-455801 Fax. (0265) 455830

IJMA WAKIL TALQIN TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA dan AHLI WARIS SYEKH MURSYID KH. AHMAD SHOHIBULWAFA' TAJUL ARIFIN ra. serta SYEKH ABDULLAH MUBAROK BIN NOOR MUHAMMAD ra.

TENTANG KLAIM KEMURSYIDAN KH. ABDUL GAOS SM dan PENDUKUNGNYA K.H. MUHAMMAD SHOLEH

Hari Minggu, Tanggal 15 September 2013 M / 9 Dzulqo'dah 1434 H

DASAR HUKUM DAN PERTIMBANGAN

1. SURAT PERNYATAAN No. 211.PPS.X.1998 dari KH. A. Shohibulwafa Tajul Arifin ra. selaku GURU MURSYID Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah sekaligus SESEPUH Pondok Pesantren Suryalaya yang telah menunjuk:

- KH Noor Anom Mubarok, BA,
- KH Zaenal Abidin Anwar, dan
- KH Dudun Noorsaiduddin Ar.

sebagai "PENGELOLA, PEMELIHARA DAN PELESTARI" Pondok Pesantren Suryalaya sekaligus "TEMPAT BERKONSULTASI BAGI MASALAH-MASALAH YANG BERKAITAN
DENGAN KEBIJAKAN LEMBAGA, FISIK BANGUNAN, PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN, DAN PEMBINAAN IKHWAN THARIQAT QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH PONDOK PESANTREN SURYALAYA".

2. MAKLUMAT SESEPUH PONDOK PESANTREN SURYALAYA Nomor : O1.PPS.V.2002 poin 5 yang berbunyi : "Menjaga diri agar tidak berbuat yang bertentangan dengan petunjuk, pedoman, tuntunan, bimbingan dan pengajaran yang telah ditetapkan dalam amalan Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya, baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun secara organisasi, bagi mereka yang melakukan penyimpangan atau perekayasaan terhadapnya, maka Abah tidak ikut bertanggungjawab dan segala akibat yang timbul karenanya menjadi tanggung jawab orang yang bersangkutan."

3. IJMA PARA WAKIL TALQIN TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA Pada 40 Hari
Wafat Abah Anom yang MENERIMA DAN MENDUKUNG KEPEMIMPINAN KETIGA
ORANG TERSEBUT DI ATAS DAN SELANJUTNYA DISEBUT SEBAGAI PENGEMBAN AMANAH, sehingga dengan demikian tidak terjadi kekosongan kepemimpinan dan tidak diperlukan adanya pemimpin lain bagi Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya.

4. Kesepakatan Keluarga dan Ahli Waris Syekh Mursyid KH. Ahmad shohibulwafa' Tajul Arifn ra. maupun Syekh Abdullah Mubarok bin Noor Muhammad ra. yang tetap berpegang pada semua Maklumat dan Pernyataan Abah Anom serta mendukung segala keputusan/ijma para Wakil Talqin Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya.

MEMPERHATIKAN:

1. KH. Abdul Gaos SM., berdasarkan pengakuannya di berbagai ceramah dan buku/terbitan yang diedarkannya, atau oleh para pendukungnya, secara sepihak dan tanpa adanya bukti/saksi yang sah telah MENGAKU SEBAGAI MURSYID KE-38 THARIQAH QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH PONDOK PESANTREN SURYALAYA.

2. KH. Abdul Gaos SM., berdasarkan Kitab Uquudul Jumaan (Amalan Thoreqot Qadiriyah wan Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya), yang diterbitkan oleh CV. Wahana Karya Grafika (Bandung) secara illegal dan tanpa seijin Pondok Pesantren Suryalaya telah MENGUBAH AMALAN INTI THARIQAH QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH PONDOK PESANTREN SURYALAYA pada AMALAN DZIKIR HARIAN, DZIKIR KHATAMAN, TAWASSUL, DAN DAFTAR SILSILAH MURSYID.

3. KH. Abdul Gaos SM., dengan tindakan-tindakannya itu, telah MENYIMPANG DARI AJARAN WALI MURSYID TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA, MERUSAK AJARAN TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA, DAN MEMECAH BELAH IKHWAN THARIQAH QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH PONDOK PESANTREN SURYALAYA.

4. Semua perbuatan KH. Abdul Gaos SM. tersebut di atas didukung pula oleh H. Muhammad Sholeh dari Jakarta.

MENIMBANG

Perlu ada penyikapan tegas untuk mencegah terjadinya kekeliruan persepsi dan tindakan dari para ikhwan/akhwat Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya, masyarakat luas, dan Pemelintah Republik Indonesia terhadap perbuatan KH. Abdul Gaos SM. dan KH. Muhammad Sholeh tersebut.

Maka, para Wakll Talqin Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya dan Ahli Waris Syekh Mursyid KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra. maupun Syekh Abdullah Mubarok bin Noor Muhammad ra. dalam pertemuan hari ini, Ahad 15 September 2013 M / 9 Dzulqo'dah 1434 H, telah berijma dan sepakat untuk :

MENETAPKAN DAN MEMUTUSKAN :

1. Tidak menerima pengakuan KH. Abdul Gaos SM. sebagai Mursyid ke-38 Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya.

2. Tidak menerima pengakuan KH. Abdul Gaos SM. Sebagai Penerus Guru Mursyid Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya Syekh KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra.

3. Tidak lagi mengakui KH. Abdul Gaos SM. dan KH. Muhammad Sholeh sebagai Wakil Talqin Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya.

4. Memerintahkan kepada KH. Abdul Gaos SM. dan KH. Muhammad Sholeh untuk tidak lagi menggunakan nama, simbol, serta segala atribut Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya dalam berbagai kegiatannya dan menarik semua buku dan terbitan (cetak maupun elektronik) yang mereka buat yang berkaitan dengan Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya terutama buku "Uqudul Jumaan" dan "Suryalaya Bukan Panggung Sandiwara".

5. Menyerukan kepada para ikhwan/akhwat Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya, yang telah hilap mengikuti langkah keliru kedua orang tersebut karena berbagai keterbatasan Pengetahuannya, agar segera bertaubat dan kembali melaksanakan amaliah Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya yang sesungguhnya sebagaimana yang telah digariskan dan di amalkan oleh Pangersa Guru Mursyid Syekh K.H Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra. yang diterima dari Syekh K.H.Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad ra.

Keputusan ini ditandatangani di : Patapan Suryalaya Pada hari : Ahad, 15 September 2013 M / 9 Dzulqo'dah 1434 H Oleh :

1. KH. Zaenal Abidin Anwar (Pengemban Amanah Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya) - (ditandatangani)

2. Wakil Keluarga Syekh Mursyid Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pcsantren Suryalaya :

a. Ummi Hj. Yoyoh Sofiyah - (ditandatangani)
b. H. Didin Hidir Ar. - (ditandatangani)
c. H. Kankan Zulkarnaen TA - (ditandatangani)
d. H. Baban Ahmad Jihad S.B - (ditandatangani)

3. Wakil Keluarga Syekh KH. Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad ra. (Abah Sepuh) :

a. Rd. Djaja Suratmadja - (ditandatangani)
b. RH. Mamat Rahmat - (ditandatangani)

4. Para Wakil TQN Pondok Pesantren Suryalaya (daftar nama dan tanda tangan terlampir).

DAFTAR HADIR SILATURAHMI WAKIL TALQIN TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA

15 - 16 September 2013 M / 9 - 10 Dzulqo'dah 1434 H

1. KH. R. ABDULLAH SYARIF
2. HAJI ALI BIN HAJI MOHAMED
3. H. MOHAMED TRANG BIN ISSA - (ditandatangani)
4. HJ. MOHD. ZUKI AS SYUZAK - (ditandatangani)
5. USTADZ LUKMAN NULHAKIM - (ditandatangani)
6. KH. ZAENAL ABIDIN ANWAR
7. ABDUL GAOS SM - (DICORET)
8. KH. ZEZEN ZAENAL ABIDIN B.A. - (ditandatangani)
9. PROF. DR. H. JUHAYA S. PRAJA - (ditandatangani)
10. DRS. KH. ARIEF ICHWANIE A.S. - (ditandatangani)
11. KH. MOHAMMAD HELMI BASYAIBAN
12. KH. M. THOHA ABDURRAHMAN
13. KH. MUHAMMAD NUR FATAH
14. KH. AHMAD JAHRI ANWAR
15. SYEKH ABDUL LATIF DELI
16. USTADZ H. MANSUR BIN SALEH - (ditandatangani)
17. DRS. KH. WAHFIUDIN, MBA. - (ditandatangani)
18. PROF. DR. H. A. TAFSIR, MA
19. KH. BEBEN MUHAMMAD DABBAS - (ditandatangani)
20. KH. MIFTAH MINTARKAM - (ditandatangani)
21. KH. MOHAMMAD BUSYAERI - (ditandatangani)
22. HJ. ABD. MANAN BIN MUHAMMAD
23. KH. AHMAD SANUSI IBRAHIM
24. KH. MOCH. ALI HANAFIAH AKBAR - (ditandatangani)
25 KH. ISKANDAR ZULKARNAEN - (ditandatangani)
26. TGK. H. SULFANWANDI, S.Ag
27. TUN HAJI SAKARAN BIN DANDAI
28. H. MUHAMMAD SALEH - (DICORET)
29. KH. MIFTAHUL MANAN
30. DRS. H. ANHARI BASUKI, SU - (ditandatangani)
31. DRS. H. MUHAMMAD RUSFI, M.Ag
32 DRS. H. NUR MUHAMMAD SUHARTO - (ditandatangani)
33. KH. THOHIR ABDUL QOHIR - (ditandatangani)
34 USTADZ M. SIRODJUDDIN RUYANI - (ditandatangani)
35. USTDZ SHAIFUDIN MAULUP - (ditandatangani)
36. DRS. KH. SANDISI - (ditandatangani)
37. KH. AMIN ABDULLAH - (ditandatangani)
38. USTADZ KHOLIL SA'ID - (ditandatangani)
39. ABD. MANAF BIN ABIDALLAH - (ditandatangani)
40. H. FADLI MUNTAHI - (ditandatangani)
41. H. MAIMUN BUSTHAMI - (ditandatangani)
42. H. AHMAD ATHDRID SIRAJ - (ditandatangani)
43. H. SYAIFULLH,BA - (ditandatangani)
44. H. HASIM SANUSI - (ditandatangani)
45. Drs. KH. SYAKERANI NASERI - (ditandatangani)
46. MUZAKKI, s.Ag - (ditandatangani)
47. H. ABDURRAHMAN HASAN - (ditandatangani)
48. H. ACHMAD ZUHRI - (ditandatangani)
49. SAPRULLOH - (ditandatangani)
50. Drs. H. MALIKI THOHIR - (ditandatangani)
51. Drs. SYAMSURIJAL - (ditandatangani)
52. H. AAH ZAENAL ARIFIN - (ditandatangani)
53. H. ASEP SAMSURIZAL H.,S.Ag, M.SI - (ditandatangani)

***

Sumber : www.suryalaya.org

Lihat surat aslinya di sini

 « Kembali 
 



Seri Wejangan
Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin
(Abah Anom)


TAQWA

qollallohu ta'ala filqur'anil adhim fataqulloha wa athiuun

Artinya: "bertakwalah engkau kepada Allah dan nyatakan baktimu kepada-Nya"

Di dalam segala macam peribadatan, itu harus didasarkan kepada pengabdian (berbakti), mempersembahkan segala macam amal perbuatan, khsususnya ibadah kepada Allah swt, umumnya kepada sesama manusia. Apabila kita tidak didasarkan kepada hal seperti itu, maka di dalam hati kita suka timbul perasaan merasa terpaksa dalam ibadahnya. Seperti contohnya, dimisalkan kita semua berangkat berombongan mengaji kesini (ke Suryalaya), bersama-sama duduk serempak seperti sekarang, kadang-kadang dalam hati kita merasa jenuh dan ingin pulang. Ini bukan menuduh, hanya saja sepertinya bukan tidak ada yang seperti ini apabila dirasakan oleh kita. Nah itulah yang dikatakan merasa terpaksa. Ini adalah tandanya kita tidak bertakwa di dalam hati, di dalam jiwa, artinya tidak tunduk, tidak patuh. Cobalah terapkan pada diri kita selaku manusia bertakwa, pada jasmani juga pada rohani.

Bagaimanakah takwa dalam perasaan? Ini juga harus terisi, jangan sampai dibiarkan tidak sampai kepada perasaan takwa, sebab apabila dibiarkan, nantinya ibadahnya itu oleh rasanya suka diakui seolah-olah ini adalah sholatnya.

Apakah kita tidak bermodal? Apakah kita bisa sholat itu dari mana? Bukankah berdirinya ketika sholat, rukunya ketika sholat, sujudnya ketika sholat, begitu pula bacaanya ketika sholat, semuanya adalah pemberian Allah, hanya saja apabila rasa kita tidak diisi oleh takwa, akibatnya adalah suka diakui oleh dirinya sendiri seolah-olah itu adalah sholatnya. Malah tidak ada jera-jeranya, kalaulah kita ini susah diatur, kita tetap saja susah diatur. Yang biasa berlaku zholim, tetap saja zholim, yang biasa memfitnah, tetap saja memfitnah.

Cobalah perhatikan firman Allah swt, ayat 45 surat Al-Ankabut:

innash sholata tanha 'anil fakhsyai wal munkari

Artinya: "Sesungguhnya sholat itu bisa mencegah kejelekan dan kemunkaran".

Begitu pula menurut sabda Nabi Muhammad saw:

lam tanhah sholaatuhu 'anil fkhsyai wal mungkari lam yazdad alal laahi illa bu'dan.

Artinya: "Sholatnya seseorang yang tidak dapat mencegah akan kejelekan dan kemunkaran, jangankan bisa menambah wusul kepada Allah swt, malah sebaliknya semakin jauh".

Berhati-hatilah kita semua, jangan punya perasaan diri kita ini tukang ibadah, padahal yang pada akhirnya semakin lalai, sehingga kepada sesama pun tidak mau menghargai, berprilaku sombong, tidak mampu memilah-milah antara benar dan salah.

Waspadalah terhadap diri, isi rasa kita dengan takwa, jangan dibiarkan kosong, penuhi diri kita ini dengan rasa penyesalan, sebagaimana firman Allah swt di dalam surat Al-Imron ayat 101:

ittaqullooh haqqo tuqotihi wa laa tamuutunna illa wa angtum muslimuun

Artinya: "Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan pasrah".

Oleh karena itu perhatikanlah diri dengan sebenar-benarnya, dengan cara membuktikan ketakwaan, tegasnya tunduk dan patuh, jangan sekedar di mulut saja, dan jangan sekedar sebatas prilaku saja, tapi harus tembus kedalam rasa hakikatnya takwa, yaitu seperti yang telah difirmankan oleh Allah "haqqo tuqootihi".

Kita semua terkadang pernah bertanya kepada diri sendiri, apakah kita bisa bertakwa (tunduk, taat, patuh, sujud badannya, nyawanya, rasanya, menetap kepada ketakwaan kepada Allah, kepada hakikatnya takwa)?. Oleh kita dijawab, kenapa tidak bisa! Sebab sebenarnya ini sudah dikerjakan oleh kita sehari-hari dalam masalah kepatuhan. Kekhusuan juga sudah dikerjakan, hanya saja patuhnya bukan kepada perintah Allah. Kalaulah kepatuhannya kepada berbagai macam kekayaan, ih... begitu takwanya. Cobalah perhatikan, misalnya kita berangkat ke pasar malam-malam, malah tanpa ada yang mengharuskan, tapi sangat patuh sekali, sebab akan memperoleh untung, malah matanya juga tidak merasa mengantuk. Ini juga memang bisa disebut patuh, hanya saja patuhnya, tegasnya takwanya adalah ke pasar. Jadi segala bahan-bahannya oleh Allah sudah disediakan dalam wujud patuh atau tunduk itu sudah ada.

Contohnya lagi adalah seperti kita melayani pacar, cobalah kita jadikan contoh sebab sudah sama-sama pernah merasakan, begitulah kita dulu ketika kita semasa muda, bukankah begitu patuhnya kita semua akan perintah pacar, disuruh begini, disuruh begitu kita mau saja, seberat apapun permintaan pacar kita itu selalu saja kita penuhi. Jadi hal seperti itu sudah tidak asing lagi di mata kita, tidak perlu mendadak mencari-cari dulu.

Oleh sebab itu jagalah sifat takwa dengan sebenar-benarnya, agar dapat menjadi manusia yang patuh, taat dan tunduk kepada perintah Allah swt, menjauhi akan segala sifat ketaatan-ketundukkan kepada selain Allah.

Untuk mengusahakan agar benar-benar konsekwen dalam mematuhi dan mentaati perintah Allah, agar dapat bisa mengamalkan takwa dalam gerak langkah jasmani, begitu pula mengamalkan takwa dalam gerakan rokhani, jangan salah lagi alat tarikahnya adalah harus menggunakan Kalimatut Taqwa, yaitu kalimat laa ilaaha illallooh.

Ini adalah yakin dan nyata, bukan keterangan yang dibuat-buat, tetapi benar-benar keterangan ayat Allah dan hadits nabi.

Ayo kita gunakan itu Kalimat Taqwa untuk "upan" takwa. Seumpamanya kita ingin ikan, lalu tidak memakai upan, tentu saja tidak akan dapat apa-apa, tetap saja tidak akan ada ikan yang terkail walaupun sampai 100 tahun kalau bukan hanya ikan yang lagi ngantuk.

Jadi upaya itu harus digunakan agar kita terdidik oleh kalimah laa ilaaha illallah, agar diri terisi oleh kepatuhan, penuh dengan ketundukkan, taat kepada Ilahi. Malah oleh Nabi dianjurkan sekali, terutama dikhususkan kepada orang yang akan mati, hanya saja sangat disesalkan oleh kita diartikan anjuran tersebut digunakan untuk yang sedang sekarat, padahal yang sedang sekarat mendengar pun tidak bisa. Coba pikirkan oleh kita semua, kira-kira siapa yang akan mati? Apabila kita telah sadar bahwa kita akan mati, segera gunakan kalimat ini.

Telah bersabda Rosululloh saw yang maksudnya adalah seperti ini:

laqinuu maotakum bilaa ilaaha illallah

"Ajarkan oleh kamu kepada siapa saja yang akan mati dengan kalimat laa ilaaha illallah".

Sedangkan yang akan mati adalah kita semua. Malah manusia yang sudah kedatangan ajal semuanya sudah tidak lagi bermanfaat, kecuali dari hati yang taslim, yang tunduk, yang sujud kepada-Nya, seperti yang telah difirmankan oleh-Nya di dalam surat As-Suro ayat 88:

alyaoma la yanfau maalun wa laa banuun illa man atalloohha bi qolbin saliim

"Pada hari itu, kepada orang itu sudah tidak bermanfaat lagi harta bendanya, juga sudah tidak bermanfaat lagi anak dan istrinya, kecuali wushulnya kepada Allah yang disebabkan oleh hati yang taslim, bathin yang pasrah kepada Allah".

Kalaulah kita dapat menggunakan pikiran dan perasaan, di saat-saat datangnya ajal, kita berkeinginan mempunyai hati yang taslim, berkeinginan mempunyai bathin yang pasrah kepada Allah, tetapi kita tidak mau belajar dari sekarang, apakah kiranya bisa ataukah tidak? Tentu tidak! Oleh karena itu cepat jalani dari sekarang belajar agar bisa tunduk atau patuh.

Coba kita perhatikan sekarang tentang gambaran mati. Ketika kita akan melaksanakan ibadah kepada Allah, berangkatnya dengan didasari oleh pengabdian, dengan ketaatan, dengan keridhoan, buktinya adalah begitu bersemangat, begitu khusu' dalam melaksanakannya. Begitu pula mati, apabila sudah terbiasa hatinya bersujud, dzikir kepada Allah, tidak akan bertemu dengan yang namanya sekarat, begitu lancar dalam berpulangnya ke Rahmatulloh, yang dikatakan oleh Peribahasa orang tua dulu: "Mulih Ka Jati Mulang Ka Asal" (istilah sunda yang artinya "kembali kepada Allah dengan selamat"), selaras dengan firman Allah: "inna lllaahhi wa inna ilaihhi roji'uuna", sebab yang namaya sekarat artinya adalah "mabuk", yaitu sedang mabuk pikirannya dirambah oleh kekayaan dan ketidak pasrahan kepada Allah.

Adapun seorang mukmin itu tidak sekarot melainkan basyarot, artinya adalah yang merasakan nikmat terhadap ajal dari Allah.

Sebaliknya apabila di dalam ibadahnya tidak didasari pengabdian kepada Allah, bukan atas dasar dorongan patuh dan tunduk kepada Allah, tentu akan terlihat dalam pelaksanaannya, tidak bersemangat, dinanti-nanti, malah dalam melaksanakannya juga tidak khusu', sebab pikirannya sedang merambah ke alam dunia yang fana', ya akibatnya seperti yang telah disebutkan tadi dalam ibadah sholat yang telah dikuatkan oleh ayat Allah dan hadits nabi, sebab ibadah sholat adalah intinya ibadah, yang tidak benar sholatnya, maka tidak akan benar semua ibadahnya, seperti yang telah disabdakan oleh jungjunan kita paduka Nabi Muhammad saw:

ashsholatu 'imaduddin faman aqomaha faqod aqomaddin wa man tarokaha faqod hadaamaddin

"Sholat adalah tiangnya agama. Maka apabila ada orang yang benar-benar melaksanakan sholatnya, tentu teguh dalam menjalankan ibadahnya. Sebaliknya apabila tidak benar dalam menjalankannya, meninggalkan cara dan hikmahnya sholat, tentu roboh agamanya".

Begitu pula ketika akan mati, kalaulah tidak belajar patuh dari sekarang, hatinya sujud dzikir kepada Allah, tentu tidak akan sesuai dengan ayat "inna lillaahhi wa inna ilaihhi roji'uun", oleh karena itu harus diperhatikan sekarat dari sekarang, apabila kita dalam melaksanakan perintah Allah dan Rosulnya dinanti-nati dengan ketidak semangatan, itu tandanya kita lagi disibukkan oleh segala kekayaan, dipengaruhi oleh suasana yang sedang dijalani, pada waktu melaksanakannya juga tidak ada kelancaran, begitu pula dalam hasilnya pun tidak akan bertemu dengan kesempurnaan, dan akan seperti itu pada keseluruhan amal perbuatan, baik itu dalam mengejar prilaku maupun ketika mengejar kemajuan atau yang paling utama adalah ketika mengejar kemajuan akhirat, apabila tidak didasari dengan takwa, berbakti, patuh, tunduk, khusu', bersujud kepada Allah, yang akhirnya kurang sempurna pada hasilnya, malah terkadang tidak berhasil sama sekali.

Selanjutnya Abah meminta perhatian kepada para ikhwan agar tetap mentaati isi dari pada Tanbih, yang merupakan pedoman kita semua, terutama dalam ucapan: "Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita".

Kalimat yang tadi yang disampaikan di antaranya isi dari Tanbih, wasiat dari Guru Al-Marhum, yang kesimpulannya kita semua harus lebih waspada, sebab apabila kita keluar dari pedoman ini, kita semua tidak bisa mempertanggung jawabkan diri kita masing-masing dari
Kebahagiaan lahir bathin.

Oleh karena itu, sekali lagi, kepada para ikhwan yang berada di masing-masing tempatnya, baik yang dekat atau pun yang jauh, semoga dapat memperhatikan dengan sebenar-benarnya, dengan sesungguh-sungguhnya.

Tidak ada lagi untuk kita semua memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa, semoga kita tetap berada dalam keridhoan selamanya diiringi dorongan safaatnya Jungjunan kita Baginda Nabi Muhammad saw, juga berkah karomahnya Sulthon Aulia Syekh Abdul Qodir Jailani juga para Guru-Guru, juga berkahnya seluruh para ulama dan muslimin muslimat semuanya. Amin Ya Robbal 'Alamin.

wabillahit taufiq wal hidayah robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina 'adzabannar.

wassalamu 'alaikum wa rohmatullohi wa barokatuh.

***

Dikutip dari: Sintoris, manaqiban 11 Jumadilawal 1390 H / 15 Juli 1970 M.

Diterjemahkan oleh: Abdul Ghoets.
Dari: Taqwa, 20 Wejangan Guru Mursyid K.H.A Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom), Pondok Pesantern Suryalaya - Tasikmalaya, 05 September 2000.


« Kembali




 
abah anom
KEWAJIBAN MENYEBUT SANAD DALAM TAREKAT

Telah berkata Guru yang selalu mengikatkan dirinya kepada gurunya :

وَاعْلَمْ اَنَّ مََنْ لَا يَعْرِفُ اَبَاهُ وَاَجْدَادَهُ فِي الطَّرِيْقِ فَهُوَ مَطْرُوْدُُ وَكَلاَمُهُ دَعْوََى غَيْرُ مَكْبُوْلَةِ
وَرُبَّمَا انْتَسَبَ اِلَى غَيْرِ اَبيْهِ فَيَدْخُلُ قُوْلَهُ صلىالله عليه وسلم : لَعَنَ اللَّهُ مَنْ انْتَسَبَ اِلَى غَيْرِ ابِيْهِ

"Ketahuilah, barangsiapa yang tidak tahu bapaknya dan kakeknya di dalam tarekatnya, maka tertolak, dan ucapannya adalah pengakuan yang tidak diterima bahkan kemungkinan besar dia mengaku bapak kepada yang bukan bapaknya, dan termasuklah dia apa yang telah dikatakan oleh Nabi saw: Laknat Allah kepada orang yang mengaku bapak kepada yang bukan bapaknya" .

Dan diterangkannya pula :

لَا يَنْفَعُ بِغَيْرِ شَيْخِ وَلَوْ هَفِظَ اَلْفَ كِتَابِِ

"Tidak bermanfaat tanpa mempunyai Guru (Mursyid) walaupun dia itu hapal seribu kitab".
(Miftahush Shudur zuz 1 fasal 4)

***

 
  • Tidak Boleh Mengajarkan Tarekat Tanpa Syah
    TIDAK BOLEH MENGAJARKAN TAREKAT TANPA SYAH

    Guruku yang arif billah berkata:

    فَاعْلَمْ أَنَّ كُلَّ مَنْ لَمْ يَتَّخِدْ لَهُ شَيْخَاََ يُرْشِدُهُ إِلَى الْخُرُوْجِ عَنْ هَذِهِ الصِّفَاتِ فَهُوَ عَاصِِ لِلَّهِ وَلِرَسُوْلِهِ لِأَنَّهُ لاَ يَهْتَدِيْ لِطَرِيْقِهِ الْعِلاَجِ وَلَوْ تَكَلَّفَ, لاَ يَنْفَعُ بِغَيْرِ شَيْخِِ وَلَوْ حَفِظَ أَلْفَ كِتَابِِ .

    Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap orang yang tidak mengambil baginya talqin kepada seorang syekh yang memberikan cara baginya dari sifat-sifat tercela, maka baginya telah bermaksiat kepada Allah dan Rosul-Nya, sebab ia tidak mendapat petunjuk dari jalan penyembuhan ini walaupun ia sangat menginginkannya, dan tidaklah ada manfa'at kepadanya tanpa seorang Guru Mursyid walaupun ia hafal 1000 kitab.

    وَقَدْ أَجْمَعَ السَّلَفُ كُلُّهُمْ أَنَّ مَنْ لَمْ يَصِحَّ لَهُ نَسَبُ الْقَوْمِ لاَيَجُوْزُ أَنْ يُلَقِّنَهُمْ ذِكْرََا وَلاَ شَيْيءََا مِنَ الطَّرِيْقِ إِذَ السِّرُّ فِى الطَّرِيْقِ إِنَّمَا هُوَ ارْتِبَاطُ الْقُلُوْبِ بَعْضِهَا بِبَعْضِِ إِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صلىاللّه عليه وسلم إِلَى هَضْرَةِ الْحَقِّ جَلَّ جَلَّة. فَمَنْ لَمْ يَتَّصِلْ بِسِلْسِلَتِهِ بِالنَّبِيِّ صلىاللّه عليه وسلم وَلَا تُوءْ خَذُ مِنْهُ الْمُبَايَعَتُ وَاْلإِجَازَةُ, لِأَنَّ الطَّرِيْقَ إِلَى الْحَقِّ تَعَالَى ظَاهِرُُ وَبَاطِنُُ, فَظَاهِرُهَا الشَّرِيْعَةُ وَبَاطِنُهَا الْحَقِيْقَةُ. فَالشَّرِيْعَةُ مُوءَيَّدَتُُ بِالْحَقِيْقَةِ وَالْحَقِيْقَةُ مُقَيَّدَةُُ بِالسَّرِيْعَةِ. فَكُلُّ شَرِيْعَةِِ غَيْرِ مُوءَيَّدَةِِ بِالْحَقِيْقَةِ فَغَيْرُ مَقْبُوْلَةِ, وَكُلُّ حَقِيْقَةِِ غَيْرِ مُقَيَّدَةِ بِالْسَّرِيْعَةِ فَغَيْرُ مَقْبُوْلَةِِ أَيْضََا.

    Dan para ulama salaf telah bersepakat bahwa sesungguhnya orang yang secara tidak syah mengaku-aku mempunyai nasab (silsilah), maka tidak diperbolehkan untuk memberikan talqin dzikir dan tidak pula diperbolehkan mengajarkan apapun tentang tarekat, sebab rahasia di dalam tarekat adalah keterpautan hati satu dengan yang lainnya sampai kepada Rosululloh saw untuk mencapai Hadrot Allah 'azza jalallah, maka bagi orang yang silisilahnya tidak sampai kepada nabi dia tidak menjadi pewaris Rosululloh saw, tidak boleh memberikan baiat dan ijazah, dikarenakan tarekat adalah jalan menuju Allah ta'ala yang mempunyai lahir dan bathinnya. Adapun lahirnya adalah syari'at dan bathinnya adalah hakikat. Syari'at itu dikuatkan oleh hakikat dan hakikat itu diikat oleh hakikat. Apabila syari'at yang tidak dikokohkan oleh syari'at maka tidak bisa diterima, dan demikian pula hakikat yang tidak diikat oleh syari'at tidak dapat diterima pula.
    (Miftahush Shudur zuz I fasal 2)

    ***
  • Dzikir Adalah Marifat Dan Hikmah
    DZIKIR ADALAH MA'RIFAT DAN HIKMAH

    Syekh yang mulia telah menyebutkan, bahwa :

    يُقَرِّبُكَ إِلَيْهِ وَيُعَرِّفُكَ بِهِ وَمَنْ عَرَفَ اللَّهَ عَرَفَ الْحِكمَةَ

    "Dzikir akan mendekatkan dirimu kepada Allah dan menjadikan dirimu ma'rifat kepada-Nya. Dan barangsiapa yang ma'rifat kepada Allah, dia akan mengenal hikmat".
    (Miftahush Shudur zuz 2 fasal 5)

    ***
  • Yang Pantas Disebut Pendzikir
    ORANG YANG PANTAS DISEBUT PENDZIKIR

    Yang Mulia Guru dengan hatinya yang selalu berdzikir kepada Allah berkata :

    مَنْ كَانَ ذَاكِرَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِقَلْبِهِ فَهُوَ الذَّاكِرُ, وَ مَنْ لَمْ يَذْكُرْهُ بِقَلبِهِ فَلَيْسَ بِذَاكِرِِ. اللِّسَانُ غُلاَمُ الْقَلْبِ وَتَبِعَ لَهُ.

    "Siapa yang berdzikir kepada Allah 'Azza Wajalla dengan hatinya, maka dia sedang berdzikir. Akan tetapi siapa yang tidak berdzikir kepada Allah dengan hatinya, maka dia tidak sedang berdzikir".
    (Miftahush Shudur zuz 2 fasal 6)

    ***
  • Dzikir Adalah Segalanya
    DZIKIR ADALAH SEGALANYA

    Telah berkata Syekh Yang Dermawan :

    اِعْلَمْ أَنَّ طَرِيْقَ شَيْخِنَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ طَرِيْقُ الذِّكْرِ فَقَطْ وَلَيْسَ غَيْرَهُ يَعْنِيْ ذِكْرَ اللِّسَانِ وَالْجِنَانِ فَفِيْهِ الْفَتْحُ وَفِيِهِ الطَّلَبُ وَفِيْهِ قَضَاءُ الْحَوَائِجِ وَهُوَ مِنْهُ وَإِلَيْهِ وَبِهِ كُلُّ شَيْءِِ

    "Ketahuilah, bahwa tarekat guru kita r.a. adalah tarekat dzikir saja, bukan yang lain, yaitu dzikir lisan dan hati, maka dengan dzikir itu terbukalah pintu, tercapainya tujuan, terpenuhinya keinginan, dan dari dzikir, juga kepada dzikir, dan dengan dzikir itu pula terwujudnya segala sesuatu".

    Dikatakannya pula :

    فَإِذَ أَمَرْتُكَ بِشَيْءِِ غَيْرِهِ فَاضْرِبْ صَفْحََا وَالتَّبِعِ الذِّكرَ

    "Bila aku (Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin ra) menyuruh kalian kepada sesuatu selain kepada dzikir, maka abaikanlah, dan ikuti (perintahku dalam perkara) berdzikir".
    (Miftahush Shudur zuz 2 fasal 5)

    ***
  • Wajib Sanad
    KEWAJIBAN MENYEBUT SANAD DALAM TAREKAT

    Telah berkata Guru yang selalu mengikatkan dirinya kepada gurunya :

    وَاعْلَمْ اَنَّ مََنْ لَا يَعْرِفُ اَبَاهُ وَاَجْدَادَهُ فِي الطَّرِيْقِ فَهُوَ مَطْرُوْدُُ وَكَلاَمُهُ دَعْوََى غَيْرُ مَكْبُوْلَةِ
    وَرُبَّمَا انْتَسَبَ اِلَى غَيْرِ اَبيْهِ فَيَدْخُلُ قُوْلَهُ صلىالله عليه وسلم : لَعَنَ اللَّهُ مَنْ انْتَسَبَ اِلَى غَيْرِ ابِيْهِ

    "Ketahuilah, barangsiapa yang tidak tahu bapaknya dan kakeknya di dalam tarekatnya, maka tertolak, dan ucapannya adalah pengakuan yang tidak diterima bahkan kemungkinan besar dia mengaku bapak kepada yang bukan bapaknya, dan termasuklah dia apa yang telah dikatakan oleh Nabi saw: Laknat Allah kepada orang yang mengaku bapak kepada yang bukan bapaknya" .

    Dan diterangkannya pula :

    لَا يَنْفَعُ بِغَيْرِ شَيْخِ وَلَوْ هَفِظَ اَلْفَ كِتَابِِ

    "Tidak bermanfaat tanpa mempunyai Guru (Mursyid) walaupun dia itu hapal seribu kitab".
    (Miftahush Shudur zuz 1 fasal 4)

    ***
  • Harus Bersama Allah
    HARUS BISA BERSAMA DENGAN ORANG YANG BERSAMA ALLAH

    Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin ra mengutip sebuah hadits Nabi saw dengan sanad yang shohih :

    كُنْ مَعَ اللَّهِ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللَّهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَنَ مَعَ اللَّهِ فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ إِلَيْهِ

    "Harus bisa bersama Allah, akan tetapi apabila tidak bisa bersama Allah, maka harus bisa bersama orang yang bisa bersama Allah, karena itu dapat mengantarkanmu kepada Allah".
    (Miftahush Shudur zuz 1 fasal 4)

    ***
selanjutnya »
  • Pentingnya Nasihat
    PENTINGNYA MENDENGAR NASIHAT

    Telah berkata Guru Agung yang nasihatnya menyejukkan hati yang bergolak :

    وَدَاوِمْ عَلَى سِمَاعِ الْمَوَاعِظِ فَإِنَّ الْقَلْبَ إِذَا غَابَ عَنِ الْمَوَاعِظِ عَمِيَّ

    "Biasakanlah mendengar berbagai nasihat, sebab hati bila tidak diisi nasihat akan buta".
    (Miftahush Shudur zuz 2 fasal 6)

    ***
  • Prinsip Tarekat
    PRINSIP TAREKAT

    Telah berkata Syekh yang martabatnya setinggi langit dan seluas bumi, yang dihormati oleh seluruh makhluk yang menghuni, yang selalu melayani murid-muridnya, yang selalu membuktikan dari apa yang telah diucapkannya, yang selalu membesarkan pemberian walaupun sangat kecil yang diterimanya :

    وَاْلاُصُوْلُ الْقَدِرِيَّةُ خَمْسَةُ : عُلُوُّ الْهِمَّةِ، وَحِفْظُ الْحُرْمَةِ، وَحُسْنُ الْخِدْمَةِ، وَنُفُوْذُ الْعَزْمَةِ، وَتَعْظِيْمُ اْلنَّعْمَةِ.

    "Prinsip (tarekat) Qodiriyyah ada lima:
    1. 'Uluwwul Himmah (tinggi cita-cita).
    2. Menjaga Kehormatan.
    3. Baik Pelayanan.
    4. Melaksanakan tekad yang telah ditentukan.
    5. Membesar-besarkan Nikmat.

    Dan dikatakannya pula:

    فَمَنْ عَلَتْ هِمَّتُهُ ارْتَفَعَتْ مَرْتَبَتُهُ وَمَنْ حَفِظَ حُرْمَةَ اللَّهِ حَفِظَ اللَّهُ حُرْمَتَهُ وَمَنْ حَسُنَتْ خِدْمَتُهُ وَجَبَتْ كَرَامَتُهُ وَمَنْ اَنْفَذَ عُزْمَتَهُ دَامَتْ هِدَايَتُهُ وَ مَنْ عُظْمَتِ النِّعْمَةُ فِيْ عَيْنِهِ شَكَرَهَا وَمَنْ شَكَرَهَا اِسْتَوْجَبَ الْمَزِيْدَ مِنَ الْمُنْعِمِ حَسْبَمَا وَعَدَهُ

    "Siapa yang tinggi cita-citanya, martabatnya menjadi tinggi. Siapa yang menjaga kehormatan Allah, dijaga oleh Allah kehormatannya. Siapa yang baik khidmatnya (pelayanannya), wajib karomat baginya. Siapa yang melaksanakan tekadnya, dia akan mendapat hidayah. Siapa yang membesar-besarkan nikmat dalam pandangan matanya, dia akan mensyukurinya. Siapa yang mensyukuri nikmat, dia akan diberi nikmat lebih banyak dari Sang Pemberi nikmat sebagaimana yang telah dijanjikannya".
    (Miftahush Shudur zuz 1 fasal 4)

    ***
  • Pekerjaan Yang Utama
    PEKERJAAN YANG DIUTAMAKAN DALAM TAREKAT

    Telah berkata Syekh Agung yang telah dapat menundukkan nafsunya sendiri itu bahwa :

    اَالطَّرِيْقُ الصُّوْفِيَّةُ تَقْدِيْمُ الْمُجَاهَدَةِ وَمَحْوُالصِّفَاتِ الْمَذْمُوْمَةِ وَقَطْعُ الْعَلاَئِقِ كُلِّهَا وَالْإِقْبَالُ بِكُنْهِ الْهِمَّةِ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى

    "Tarekat Sufiyyah mendahulukan mujahadah (mengalahkan hawa nafsu), menghapus sifat-sifat madzmumah (tercela), memutuskan hubungan (hati) dengan seluruh makhluk untuk bertawajjuh dengan kemauan yang keras kepada Allah Ta'ala".
    (Miftahush Shudur zuz 2 fasal 6)

    ***
  • Inkisar
    INKISAR

    Guruku Yang Mulia berkata :

    فَإِذَ حَصَلَ لَهُ اْلاِنْكِسَارُ يَعُوْدُ لَهُ قَلَ اللَّهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ الْمُنْكَسِرَةِ قُلُوْبُهُمْ

    Apabila dzikirnya telah dapat menghilangkan kekerasan hatinya, maka ia akan kembali kepada makamnya semula, sebagaimana telah berfirman Allah Ta'ala : "Aku akan bersama orang yang kekerasan hatinya telah hilang".
    (Miftahush Shudur zuz 1 fasal 3)

    ***
  • Atas Dasar Hidayah
    SEGALA SESUATU ATAS DASAR HIDAYAH ALLAH

    Berkatalah Guru Yang Mulia yang dipenuhi hidayah Allah Ta'la :

    اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْ أَنْ هَدَانَا اللَّهُ

    Puja dan Puji itu hak Allah yang telah memberikan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat berbuat seperti sekarang ini, karena tanpa hidyah-Nya tentunya kita tidak akan bisa berbuat seperti sekarang ini.

    ***
  • Martabat Wushul
    MARTABAT WUSHUL KEPADA ALLAH

    Berkatalah Syekh Yang semua waktunya dipakai untuk beribadah dengan lahirnya, hatinya dan rasanya, yang keburukkannya telah diganti oleh Allah dengan kebajikan, dan berkekalan berpandangan dengan Allah, bahwa menurutnya :

    أَنَّ مَرَاتِبَ الْوُصُلِ إِلَى اللّهِ عَلَى ثَلَاثَةِ : أِسْلَامُ فَإِيْمَانُُ فَإِحْسَانُُ فَالْعَبْدُ مَا دَامَ مَشْغُوْلََا بِالْعِبَادَةِ فَإِذَ انْتَقَلَ الْعَمَلُ إِلَى الْقَلْبِ بِالتَّصْفِيَةِ وَالتَّخْلِيَةِ مِنَ الشَّرِّ وَتَّحْلِيَةِ بِالْخَيْرِ وَالتَّحَقُّقِ بِالْإِخْلَاصِ فَهُوَ فِى مَقَامِ الْإِيْمَانِ أَوْ مَقَامِ الطَّرِيْقَةِ وَأِذَا بَلَغَ اْلْإِنْسَانُ مَرْتَبَةَ الْعِبَادَةِ لِلّهِ كَأَنَّهُ يَرَاهُ فَهُوَ فِى مَقَامِ الْإِحْسَانِ أَوْ مَقَامِ الْهَقِيْقَةِ

    Sesungguhnya Martabat Wushul (sampai) kepada Allah itu ada tiga : Islam, Iman dan Ikhsan. Selama seorang hamba berkutat pada ibadah saja, maka ia berada pada maqom Islam, atau maqom Syari'ah. Maka apabila amalnya telah berpindah kepada hati dengan "Tashfiyah (membersihkan hati)", dan "Takhliyah (mengosongkan hati dari sesuatu yang buruk)", dan "Tahliyah (menghiasi hati dengan sesuatu yang baik)" serta dilakukan dengan ikhlas, maka ia berada pada Maqom Iman atau Maqom Thoriqoh. Dan apabila seseorang telah berada pada Martabat Ibadah kepada Allah, seakan-akan ia melihat kepada Allah, maka ia berada pada Maqom Ikhsan atau Maqom Haqiqah.
    (Miftahush Shudur Zuz 2 Fasal 6)

    ***
 

Sumber:
Kitab Miftahush Shudur Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin Suryalaya

Versi Mobile